MAKALAH HADITS TARBAWI
Teladan dari Pemimpin Rumah Tangga


Hadits Tarbawi
Di Ampu oleh :
Muhammad Hufron, M.S.I
Jurusan Tarbiyah PAI Reguler
Kelas B
Semester 4
PENYUSUN :
Muhammad Fachmi Hidayat (2021110051)
2011
STAIN (SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI) PEKALONGAN
Jln.Kusuma Bangsa. Panjang. Pekalongan
Pendahuluan

Alkhamdulillah Sholawatuwassalam ala Rasulillah, Amaba’du
Dalam sebuah hadits shahih di riwayatkan oleh Al Imam Bukhari, disebutkan bahwa Rasululllah SAW bersabda :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَ الْفِطْرَة, فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
(HR. Bukhari I:240)
Ibnu
Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa setiap anak itu lahir dalam keadaan
baik hanif dan bertauhid, sedang apabila ia kelak dewasa menajadi orang
kafir, yahudi , Nasrani dan Majusi. Sungguh itu semua adalah karena
orang tua mereka, yang dimana mereka tiada memberikan pendidikan yang
baik.[1]
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
(QS.At Tahrim. 66 :6)
Ali bin Abi Thalib berkata : “Ajari dan didiklah anakmu dengan pendidikan yang baik”
Hasan Al Bashri berkata : “Suruhlah mereka (keluarga) untuk taat kepada Allah dan didiklah mereka dengan baik .”
Umar bin Khatab berkata : “Didiklah
anak-anakmu dengan pendidikan yang baik karena hal itu adalah tanggung
jawabmu (kepala rumah tangga). Sementara kelak bila anak-anakmu dewasa
kan bertanggung jawab dan berbuat baik padamu).[2]
Keluarga
adalah salah satu media didik yang utama bagi anak. Karena keluarga
adalah tempat pertama dalam mengolah akal, pikiran dan tingkah laku.
Maka dari itu teladan yang baik dalam keluarga sangat dibutuhkan bagi
anak dan segenap anggota keluarga lainya.
Syaikh Fuhaim Mustafha dalam bukunya yang berjudul Manhajuth Thiflil Muslim,
seorang pakar pedndidikan dan psikologi anak dari Kairo , Mesir.
Menjelaskan tentang pentingnya peranan keluarga dalam menjalankan sistem
pendidikan. Bahwasanya keluarga adalah salah satu lembaga pendidikan
terpenting bagi anak. Dimana lembaga ini adalah lembaga pendidikan
pertama. Jadi dihimbau kepada orang tua atau keluarga haruslah mampu
menyajikan pendidikan dan suri tauladan yang baik demi perkembangan
kepribadian dan pendidikan anak.[3]
Maka
dari itu pada kesempatan ini, dalam makalah ini akan disajikan perihal
pentingnya suri tauladan yang baik dari keluarga, terutama sang pemimpin
rumah tangga bagi anggota keluarganya, terutama bagi sang anak yang
masih mebutuhkan asupan ilmu yang banyak.
Materi Hadits Tarbawi
عَنْ
ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ قَال : ( كَانَ اَنَسُ بْنُ مَالِكِ اِذَا اَشْفَى
عَلَى خَتْمِ الْقُرْاَنِ بِللَّيْلِ بَقَّى مِنْهُ شَيْئًا حَتَّى
يُصْبِحَ فَيَجْمَعَ اَهْلَهُ فَيَخْتِمَهُ مَعَهُمْ )
( رواه الدرمي فالسنن, كتاب فضائل اقران, باب في ختم القران )
Artinya :
Dari Tsabit al Bunani berkata :
Adalah
Anas bin Malik apabila sudah hampir mendekati khatam Qur’an di malam
harinya ia menyisakan sedikit darinya sampai pagi, kemudian ia
mengumpulkan keluarganya dan menghatamkan bersama mereka.
( Riwayat Adarimy di Sunan nya-Sunan Adarimy-, Kitab Fadhilah-keutamaan- Al Qur’an, Bab Khatamil Qur’an –Khataman Qur’an- )
Biografi Periwayat Hadits
Dijuluki sebagai orang yang shalat dalam kuburnya.
Nama
lengkapnya adalah Tsabit bin Aslam al Bunani al Bashri Abu Ahmad,
adalah seorang tabi’in yang mulia, zuhud dan ahli ibadah. Nama dan
sejarah hidupnya –sirah- turut mengisi cakrawala para ‘abid (ahli
ibadah) yang senantiasa menghidupkan malam-malam mereka dengan ta’abbud
kapada Allah SWT dan menempuh jalan ketakwaan.
Tsabit
al bunani selalu menyerahkan dirinya kepada Allah, ia selalu rindu
dengan shalat dan sujud di hadapan Allah sehingga ia tidak lagi memiliki
keinginan apapun dari materi dunia. Tiada yang dijadikan sebagai tujuan
hidupnya kecuai shalat, dzikir, dan menyebarkan hadis nabi SAW. Ia
banyak meriwayatkan hadits dari Anas.
Tsabit
al bunani selalu meneguhkan hatinya dengan berdoa kepada Allah agar
jangan sampai mengharamkan dirinya menikmati kelezatan sujud di hadapan
Allah, juga kelezatan shalat hingga sampai didalam kuburnya sekalipun.
Kisah-kisah tauladan Tsabit al Bunani
Sholat Tsabit al Bunani
Telah diriwayatkan dari Yusuf bin Athiyah, dia berkata :
“Aku mendengar Tsabit berkata kepada Hamid al-Thawil (seorang Tabi’in yang tsiqah )
: ‘Wahai Abu ‘Ubaid, apakah telah sampai kabar kepadamu bahwa ada
seorang yang shalat di kuburnya sendiri selain para Nabi?’
Dia menjawab : ‘Tidak.’
Berkata
Tsabit : ‘Ya Allah, jika Engkau mengizinkan seseorang dapat melakukan
shalat di kuburnya sendiri, maka berilah izin kepada Tsabit untuk bisa
shalat di kuburnya sendiri.”
Telah diriwayatkan dari Syaiban bin Jasr dari Ayahnya, dia berkata :
“Demi
Allah yang tiada Tuhan yang patut disembah melainkan Dia, aku
benar-benar memasukan Tsabit al-Bunani ke dalam lubang kuburnya,
bersamaku Hamid al-Thawil. Ketika kami meratakan batu bata di atasnya,
maka tiba-tiba batu bata tersebut jatuh, dan ketika itu aku melihat dia
(tsabit) shalat di dalam kuburnya. Lalu aku berkata kepada orang yang
bersamaku : ‘Adakah engkau juga melihatnya?’
Dia menjawab : ‘Diamlah!’
Lalu
kami ratakan kembali batu tersebut, dan kami datang ke tempat anak
perempuan Tsabit, dan bertanya : ‘Amal apa yang selalu dikerjakan
ayahmu?’
Dia bertanya “apa yang kalian lihat?”
Lalu
kami menceritakan apa yang terjadi. Lalu dia berkata : “Sesungguhnya
ayahku selalu bangun malam (shalat malam) selama lima puluh tahun, dan
ketika dating waktu sahur (fajar) dia berdoa : “Ya Allah, jika Engkau
telah memberikan kepada salah seorang dari mahluk-Mu dapat melakukan
shalat di kuburnya, maka berikanlah ia kepadaku.’ Dan ternyata Allah
tidak menolak doa tersebut.”
Telah
diriwayatkan dari Ibrahim bin al-Sama’ al-Mihlabi, dia berkata : “Telah
bercerita kepadaku orang-orang yang melalui kubur Tsabit di waktu sahur
(fajar), mereka berkata : ‘Ketika kami berjalan di samping kubur
Tsabit, maka kami mendengar bacaan Al-qur’an.”
Tsabit
Al-Bunani memang benar-benar penikmat tahajjud. Ia pernah menerangkan
bahwa ibadah salat itu adalah rahmat Allah di muka bumi. Ketika sedang
sakit menjelang wafatnya, beberapa orang sahabat datang menjenguknya.
Tsabit dengan terbata-bata berucap, “ Wahai saudaraku, tadi malam saya
tidak dapat melaksanakan salat seperti biasanya. Saya juga tidak dapat
berpuasa, dan menemui sahabat-sahabat saya , sehingga saya teringat
kepada Allah SWT seperti ketika saya mengingat-Nya bersama mereka “.
Kemudian beliau berdoa, “ Ya Allah, jika Engkau menahanku untuk
melaksanakan tiga hal, maka janganlah Engkau tinggalkan saya di dunia
ini walau sesaat saja.” Setelah berkata demikian, ia menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Qiyamul-lail adalah sarana yang efektif untuk meraih kesucian hati dan ketenangan jiwa. Karena di dalamnya seseorang akan dapat menumpahkan segala keluh kesah, kekhawatiran, keinginan dan harapannya secara langsung kepada-Nya. Saat segala kekacauan hidup dan berbagai bencana datang mendera, qiyamul-lail adalah sarana yang tepat untuk memupuk ketenangan dan kedamaian dalam jiwa. Sungguh, orang yang rajin mengerjakan qiyamul-lail akan menemukan nikmat yang luar biasa, saat hati dan jiwa hanyut dalam keheningan malam seraya bermunajah kepada-Nya
Qiyamul-lail adalah sarana yang efektif untuk meraih kesucian hati dan ketenangan jiwa. Karena di dalamnya seseorang akan dapat menumpahkan segala keluh kesah, kekhawatiran, keinginan dan harapannya secara langsung kepada-Nya. Saat segala kekacauan hidup dan berbagai bencana datang mendera, qiyamul-lail adalah sarana yang tepat untuk memupuk ketenangan dan kedamaian dalam jiwa. Sungguh, orang yang rajin mengerjakan qiyamul-lail akan menemukan nikmat yang luar biasa, saat hati dan jiwa hanyut dalam keheningan malam seraya bermunajah kepada-Nya
Al Bunani dan Hasan al Bashri
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ad-Daraquthni dan Ath-Thabarani).
Suatu
ketika, Hasan Al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi
kebutuhan seseorang. Dia berkata, “Temuilah Tsabit Al-Bunani dan
pergilah kalian bersamanya.” Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang
ternyata sedang i’tikaf di masjid. Dan, Tsabit minta maaf karena tidak
bisa pergi bersama mereka.
Mereka
pun kembali lagi kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit. Hasan
berkata, “Katakanlah kepadanya; Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa
langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih
baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?”
Kemudian,
mereka kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan
Al-Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i’tikafnya dan pergi bersama
mereka untuk membantu orang yang membutuhkan.
Al Bunani dan tangisanya
Tsabit
al-Bunani , berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang aku jumpai dalam
hatiku yang lebih lezat daripada qiyamul lail. Seandainya kaum yang
celaka mencobanya, niscaya mereka me-ngetahui rahasia kebahagiaan yang
sebenarnya."
Hammad bin Zaid berkata tentang Tsabit al-Bunani, "Aku melihat Tsabit menangis hingga tulang-tulang rusuknya ber-selisih." Raghib al-Qathan menuturkan dari Bakr al-Muzani,
Hammad bin Zaid berkata tentang Tsabit al-Bunani, "Aku melihat Tsabit menangis hingga tulang-tulang rusuknya ber-selisih." Raghib al-Qathan menuturkan dari Bakr al-Muzani,
"Barangsiapa yang ingin melihat orang yang paling gemar ber-ibadah di zamannya,maka lihatlah Tsabit al Bunani”
Qatadah berkata, " Menjelang kematiannya,Amir bin Qais RA menangis. Ditanyakan kepadanya, 'Apakah yang membuat-mu menangis?' Ia menjawab, 'Aku tidak menangis karena ber-sedih terhadap kematian dan tidak pula karena menginginkan harta duniawi. Tetapi aku menangisi kehausan di tengah hari (yakni puasa) dan qiyamul lail."
Ibunya berkata kepadanya pada suatu hari, "Orang-orang sedang tidur, mengapa kamu tidak tidur?" Ia menjawab, "Neraka Jahanam tidak membiarkanku tidur."
Tsabit al-Bunani RA berkata, "Kami pernah menyaksikan beberapa jenazah, maka kami tidak menyaksikan mereka kecuali dalam keadaan menangis. Demikianlah rasa takut mereka kepada Allah SWT."
Gurunya.
Dalam
hidupnya, ia telah berguru dan nyantri pada sahabat mulia Anas bin
Malik selama empat puluh tahun. Dan termasuk orang yang paling banyak
ibadahnya diantara penduduk bashrah.
Anas berkata : “ setiap kebajikan itu ada pintunya. Tsabit al Bunani salah satu pintu kebajikan”.
Selain itu beliau juga pernah berguru pada Malik bin Dinar, orang yang berilmu , alim, zuhud dan Wara’.
Wafat
Tsabit al Bunani wafat di bashrah pada tahun 127 Hijriyah.[4]
Terjemah Hadits dan Mufradat
Artinya : Dari Tsabit al Bunaaniyi berkata : عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ قَال
اندنسيّى
|
عربيى
|
اندنسيّى
|
عربيى
|
Masih atau menyisakan sedikit
|
بَقَّى
|
Adalah
|
كَانَ
|
Darinya
|
مِنْهُ
|
Anas bin Malik
|
اَنَسُ بْنُ مَالِكِ
|
Sesuatu
|
شَيْئًا
|
Apabila
|
اِذَا
|
Sampai
|
حَتَّى
|
Sudah Mendekati
|
اَشْفَى عَلَى
|
Pagi hari
|
يُصْبِحَ
| ||
Mengumpulkan
|
فَيَجْمَعَ
|
Khatam Al Qur’an
|
خَتْمِ الْقُرْاَنِ
|
Keluarganya
|
اَهْلَهُ
|
Pada waktu malam
|
بِللَّيْلِ
|
Mengkhatamkan nya
|
فَيَخْتِمَهُ
| ||
Bersama
|
مَعَهُمْ
|
رواه الدرمي فالسنن, كتاب فضائل اقران, باب في ختم القران
Riwayat Adarimy di Sunan nya-Sunan Adarimy-, Kitab Fadhilah-keutamaan- Al
Qur’an, Bab Khatamil Qur’an –Khataman Qur’an-.
Mufradat / Kata-kata penting:
(خَتْمِ الْقُرْاَنِ)
Khatmil Qur’an adalah kegiatan membaca Al Qur’an dari awal hingga
akhir, yang dibaca secara berurutan mulai dari juz satu hingga tiga
puluh hingga selesai/tamat/Khatam. Imam Nawawi menjelaskan bahwa membaca
Qur’an yang benar adalah dimulai dari Al Fatihah , Al Baqarah hingga An
Naas
Syarah Hadits
Dari Tsabit al Bunani berkata :
Adalah
Anas bin Malik apabila sudah hampir mendekati khatam Qur’an di malam
harinya ia menyisakan sedikit darinya sampai pagi, kemudian ia
mengumpulkan keluarganya dan menghatamkan bersama mereka.
( Riwayat Adarimy di Sunan nya-Sunan Adarimy-, Kitab Fadhilah-keutamaan- Al Qur’an, Bab Khatamil Qur’an –Khataman Qur’an- )
Disitu
dijelaskan bahwa ketika Anas bin Malik selaku kepala rumah tangga
apabila hendak menghatamkan-menamatkan- bacaan Qur’anya, beliau tidak
lantas menyegerakan menamatkanya. Akan tetapi beliau sisakan sedikit
sisa bacaanya itu untuk keluarganya. Adapun maksud menyisakan bacaanya
itu adalah agar ia bisa menyisakan bacaanya untuk keluarganya agar
membaca meneruskan khataman bersama-sama. Yang dimana dilakukan mulai
dari petang hingga subuh-pagi hari-.
Disitu
Anas bin Malik hendak mengajarkan dan membiasakan keluarganya cinta Al
Qur’an, membaca Al Qur’an dan menghatamkanya. Akan tetapi Anas bin Malik
tidak serta merta hanya menyuruh saja, namun beliau praktekan dahulu
amal sholeh tersebut selaku suri tauladan dalam keluarganya. Lantas
apabila ia sudah mengamalkanya maka ia biasakan atau menyuruh kepada
keluarganya yang terdekat.
Sikap
memberi suri tauladan lebih diutamakan sebelum menyuruh, ini adalah
kebiasaan para sahabat, tabiut, tabi’in dan para pengikut setianya.
Dikarenkan memang inilah manhaj mereka dalam berdakwah, amar makruf nahy
munkar dan berjihad. Mereka lebih suka memberi tauladan atas amal
mereka, setelah itu barulah mereka menyuruh orang lain. Anas bin Malik
sendiri pernah menuturkan bahwa dikala Rasulullah SAW Isra’ Mikraj,
beliau melihat ada segolongan umat yang dimana mereka memotong lidah
mereka sendiri. Ketika dijelaskan oleh malaikat jibril, bahwasanya
mereka adalah juru dakwah yang dimana mereka menyuruh pada perbuatan
makruf tapi mereka enggan mengamalkanya dan malah mereka terjebak dalam
kesia-siaan, padahal mereka sering membaca kitab dan mempunyai kitab. [5]Mereka
ini seperti apa yang digambarkan Allah SWT dalam QS.Al Baqarah ayat 44:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”.
Mengenai
ayat ini Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dahulu para rahib yang diberi
kitab, sering menyuruh kaumnya untuk berbuat baik, beramal shaleh,
ibadah dan sedekah. Akan tetapi mereka lalai/tidak mengerjakan apa yang
diperintahkannya itu.
Hasan
Al Bashri pernah bertutur ; “Apabila engkau hendak menyuruh berbuat
baik atas orang lain, maka dahulukanlah dirimu dalam mengamalkanya.”
Inilah
contoh dari para salafus shaleh dalam mendidik, berdakwah atau amar
makruf nahy munkar. Yaitu mendahulukan diri mereka dalam kebaikan selaku
suri tauladan bagi yang lain. Terutama bagi orang terdekat mereka. Yang
senantiasa berdampingan dan berdekatan yang mereka semua butuh panutan
yang mampu memeberikan mereka tauladan yang baik.
Adapun
perihal kebiasaan Anas bin Malik dengan keluarganya dalam menghatamkan
Qur’an bersama-sama. Ada sebuah riwayat yang diriwayatkan At Thabary,
bahwasanya Anas bin Malik apabila hendak menghatamkan bacaan Qur’anya,
beliau mengumpulkan keluarganya-untuk menghatamkan bersama- dan berdoa
bersama.[6].[7]
Aspek Nilai Tarbawi
Syaikh Fuhaim Mustafha dalam bukunya yang berjudul Manhajuth Thiflil Muslim,
seorang pakar pedndidikan dan psikologi anak dari Kairo ,
Mesir.Menjelaskan bahwa tata cara yang paling efektif dalam mendidik
anak sehingga sang anak sedia mematuhi setiap perkara yang diajarkan
adalah dengan memeberikan tauladan terlebih dahulu. Karena dengan
terbiasanya anak menyaksikan tauladan yang ia amati, lama kelamaan sang
anak akan terbiasa akan hal itu. Misal jika ada seorang ayah rajin
shalat berjamaah, maka setiap kali anak mengamatinya, secara tidak
langsung anak itu akan terdoktrin perihal sholat jamaah di masjid.
Dengan tertanamnya doktrin itu, maka niscaya sang anak akan mudah diajak
sholat berjamaah dimasjid. Begitu sebaliknya, jika sang ayah jarang
sholat, maka jikalau sang ayah itu menyuruh anaknya sholat, maka sang
anak itu akan lebih mudah membantah.
Keluarga
mempunyai peranan penting selaku suri tauladan bagi anggotanya. Seorang
keluarga yang berperangai baik, tidak khayal bila seluruh anggotanya
menjadi baik pula. Ini semua disebabkan dalam keluarga itu tersaji
amalan-amalan shaleh yang bisa dicontoh. Berbeda dengan keluarga yang
bermaslah, dimana didalamnya jarang tersaji contoh-contoh amalan shaleh,
para anggota keluarga tiada bisa mengambil ibroh darinya sehingga
menjadi rusaklah kepribadianya.[8]
Madrasatun awwal.
Keluarga adalah sekolah awal bagi anggotanya, sehingga orang tua
berperan bagai guru sedang anak-anak atau anggota yang lebih muda adalah
sebagai muridnya. Yang dimana seorang murid akan meneladani gurunya.
Maka dari itu sang guru yaitu orang tua haruslah mampu menjadi suri
tauladan yang baik, sehingga akan menjadi baik pula muridnya atau
anak-anak dan anggota keluarga yang lebih muda.
Allahu’alam bissawwab
Daftar Pustaka
· Manhajuth Thiflil Muslim, Syaikh Fuhaim Musthafa, Daarut Tawzi’ wan Nasyril Islamiyah, Kairo, Mesir, Cet. 1425 H.
· Fathul Barri, Ibnu Hajar Al Asqalani. Jilid I/Bab Iman. Wazaroh Al Wakaf Al Mawaris Masjidil Nabawi
· Tafsir Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu Katsir. Dar Kutub al Ilmiyah.
· Tafsir Al Jami’ Al Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtubi. Darul Hadits
· at Thabaqat , Ibnu Sa’ad (VII / 233), Dar Kutub Al ilmiyah. Beirut, Lebanon
· Thanbighul Ghafilin, Al Faqih Abu Laits Samarqandi.
· Al-Itqan fi Ulumul Qur’an, Imam As Suyuthi.
[1] Fathul Barri, Ibnu Hajar Al Asqalani. Jilid I/Bab Iman. Wazaroh Al Wakaf Al Mawaris Masjidil Nabawi
[2] Lihat Tafsir Al Jami’ Al Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtubi, dan Tafsir Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu Katsir. Dar Kutub al Ilmiyah.
[3]. Manhajuth Thiflil Muslim, Syaikh Fuhaim Musthafa, Daarut Tawzi’ wan Nasyril Islamiyah, Kairo, Mesir, Cet. 1425 H, hal. 35.
[4] at Thabaqat , Ibnu Sa’ad (VII / 233), Dar Kutub Al ilmiyah. Beirut, Lebanon
[5] Riwayat ini ada dalam kitab Thanbighul Ghafilin karya Al Faqih Abu Laits Samarqandi.hal.40
[6]
Para ulama menjelaskan bahwa doa ketika penghujung khatam Qur’an adalah
salah satu waktu berdoa yang baik dan diIjabahi. Dimana dijelaskan oleh
Mujahid, Ibnu Qayim dan Imam Al Ghozali.
[7] Riwayat ini ada dalam kitab Al-Itqan fi Ulumul Qur’an karya Imam As Suyuthi, jilid I hal 311
[8].Lihat Manhajuth Thiflil Muslim, Syaikh Fuhaim Musthafa, Daarut Tawzi’ wan Nasyril Islamiyah, Kairo, Mesir, Cet. 1425 H,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar