Powered By Blogger

Kamis, 22 Maret 2012

Pemikiran Pendidikan Imam Ghazali

PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan ini, karena tanpa pendidikan seseorang tidak akan mampu mengetahui dunia luar. Namun akhir-akhir ini pendidikan kurang diperhatikan tujuan dari pendidikan tersebut. Pendidikan belakangan ini kurang mengarah kepada pembentukan insan kamil, padahal tujuan dari pendidikan tersebut tidak lain adalah untuk membentuk insan kamil atau sempurna. Sehingga pendidikan saat ini bukanlah membentuk manusia utuh atau sempurna yang layak untuk menjadi khalifah dibumi melainkan manusia yang individualis, materialis dan pragmatis. Hal ini sangatlah berakibat fatal karena yang kuat menindas yang lemah, yang berenang tetaplah berwenang dan yang kuat menindas yang lemah, tanpa ingat dosa. Maka dari sinilah kami akan mengangkat sebuah tema yang menyajikan tentang arti dan pentingnya pendidikan bagi kita, yang kami ambil dari pemikiran filusuf muslim yang terkenal yaitu “Al-Ghazali”.
II. PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Ia lahir di desa Thus. Wilayah Khurasan, Iran pada tahun 450 H/ 1058 M. ayahnya seorang pengrajin wol dan pedagang hasil tenun. Dia adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “pembela Islam” (hujjatul Islam), hiasan agama (Zainuddin), samudra yang menghanyutkan (bahrun mughriq), dan pembaharu agama. Gelar ini didasarkan pada keluasan ilmu dan amalnya serta hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan dalam mempertahankan ajaran agama dari berbagai serangan.[1]
Al-Ghazali adalah orang yang pertama kali menggabungkan antara sufisme dan syari’ah dalam satu sistem.[2] Ia belajar ilmu pertama kali pada seorang sufi di negara Thus, kemudian ia pindah ke Jurjan dan Naisabur untuk belajar ilmu agama pada ulama besar yang termashur yaitu Imam al-Haramain Diya al-Din al-Juwaini, ia seorang direktur sekolah di Naisabur, ilmu yang dipelajarinya adalah ilmu fiqih, ushul fiqih, mantiq, dan ilmu kalam.
Pada tahun 478 H/ 1058 M al-Ghazali bermukim di al-Muaskar dan kemudian pindah ke Baqhdad untuk menjadi dosen di Perguruan Tinggi Ridzamiyah pada tahun 484 H/ 1091 M. Ia meninggal di Thus pada tangal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H/ 19 Januari tahun 1111 M.[3]
Faham yang dibawanya adalah “al-Ma’rifah” sehingga karena jasanyalah tasawuf tersebut dapat diterima dikalangan ahli syari’at. Menurutnya ma’rifat adalah mengetahui rahasia tuhan dan mengetahui peraturannya, mengenai segala yang ada, yang ia ungkapkan dalam ucapannya yaitu :
الاِطِّلاَعُ عَلَى اَسْرَارِالرُّبِيَةِ و َالْعِلْمُ بِتَرَتُّبِ اْلاُمُوْرِاْلاِلهِيَةِ الْمُحِيْطَةِ بِكُلِّ الْمَوْجُوْدَاتِ.[4]
Menurutnya ma’rifat dalam tasawuf adalah suatu tingkat di mana hijab hilang didepan wajah seorang sufi, sehingga ia dengan hati sanubarinya dapat melihat Tuhan dan hal-hal lain yang tidak dapat dilihat oleh manusia biasa.
Ia juga menjelaskan bahwa orang yang mempunyai ma’rifat tentang Tuhan, ia tidak akan mengatakan kata-kata Ya Allah atau Ya Rabb, karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa itu menunjukkan bahwa Tuhan masih berada dibelakang tabir orang yang berhadapan dengan temannya tidak akan memanggil temannya dengan kata-kata itu.[5] Baginya ma’rifat lebih dulu urutannya dari pada mahabah, karena mahabah timbuh dari ma’rifat dan mahabah bagi al-Ghazali bukanlah mahabah sebagaimana yang di ucapkan oleh rabiah, tetapi mahabah baginya adalah dalam bentuk cinta seorang kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia hidup, rezeki, kesenangan, dan lain-lain. Mahabah dan ma’rifat adalah setinggi-tingginya tingkat yang dapat dicapai oleh seorang sufi. Pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifat menurutnya lebih bermutu dan lebih tinggi daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal.[6]
B. Pemikiran tentang Pendidikan
Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segala-galanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu itu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaan di akhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu ia menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat.[7] Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas.
Mengingat pendidikan itu penting bagi kita, maka al-Ghazali menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan, yaitu :
1. Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah.
2. Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
3. Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
4. Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
5. Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut al-Ghazali, dapat di mengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak awal kelahiran manusia sampai akhir hayatnya kita selalu bergantung pada orang lain. Dalam hal pendidikan ini, orang (manusia) yang bergantung disebut murid sedangkan yang menjadi tempat bergantung disebut guru. Murid dan guru inilah yang disebut sebagai subyek pendidikan.[8]
Oleh karena itu arahan pendidikan al-Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mendcapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia dan akhirat yanghal ini berlangsung hingga akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa manusia hidup selalu berkedudukan sebagai murid.
Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulumnya. Kurikulumnya pendidikan menurut al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau dalil.[9] Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan metode khusus pendidikan, menurut al-Ghazali yaitu :
1. Metode khusus pendidikan agama
Menurut al-Ghazali metode ini pada prinsipnya di mulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang bisa menunjang penguatan akidah.
2. Metode khusus pendidikan ahklak
Akhlak menurut al-Ghazali adalah : suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.[10]
Dengan adanya metode tersebut, maka al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga Ia menjadikan al-Qur’an sebagai kurikulum dasar dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan itu ada 2 yaitu :
1. Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
2. Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
C. Karya-Karya al-Ghazali
1. Di Bidang Filsafat
a. Maqashidu –ul falasifah (tujuan ilmu filsafat)
b. Tahafut –ul falasifah (kesesatan ilmu filsafat)
c. Al-Ma’rifatul ‘Aqliyah (ilmu pengetahuan yang rasional)
2. Di Bidang Agama
a. Ihya’ Ulumuddin (menghidup-hidupkan ilmu agama)
b. Al-Mungis minal dhalal (terlepas dari kesesatan)
c. Minhaj ul abidien (jalan mengabdi Tuhan)
d. Kitab-kitab akhlak dan tasawuf.
3. Dalam Bidang Kenegaraan
a. Mustazh – hiri
b. Sirrul ‘alamain (rahasia dua dunia yang berbeda)
c. Suluk us Sulthanah (cara menjalankan pemerintahan)
d. Nashihat et muluk (nasihat untuk kepala-kepala negara)
Itulah karya-karya al-Ghazali yang saat masih bisa kita simak.[11]
III. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa pendidikan itu adalah proses memanusiakan manusia yang bertujuan membentuk insan kamil untuk menjadi khalifah di bumi. Dan dengan adanya pendidikan ini diharapkan manusia mampu mencapai tujuan hidupnya di dunia dan akherat, dan hidup yang berpedoman al-Qur’an dan Hadits.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, cet I, Yogyakarta, 1998
Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf (Dirasah Islamiyah IV), Rajawali Pers, Jakarta, 1993.
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz III, Masyhadul Husaini, tt.
C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991.
Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-Aliran Dalam Pendidikan Studi Tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali, Dina Utama, Semarang, cet I, 1993.
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, PT. Pustaka Panji Mas, Jakarta, cet XI, 1984.
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Jakarta, 1979.
Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Dina Utama, Semarang, cet-1, 1993.

________________________________________
[1] C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991, hlm. 103.
[2] Ibid, hlm. 104.
[3] Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf (Dirasah Islamiyah IV), Rajawali Pers, Jakarta, 1993, hlm. 91.
[4] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, PT. Pustaka Panji Mas, Jakarta, cet XI, 1984, hlm. 135.
[5] Ibid, hlm. 181.
[6] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Jakarta, 1979, hlm. 78.
[7] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, cet I, Yogyakarta, 1998, hlm. 56.
[8] Ibid, hlm. 94.
[9] Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-Aliran Dalam Pendidikan Studi Tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali, Dina Utama, Semarang, cet I, 1993, hlm. 18.
[10] Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz III, Masyhadul Husaini, tt, hlm. 109.
[11] Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Dina Utama, Semarang, cet-1, 1993, hlm. 55-62.

Ilmu Pendidikan

MAKALAH
BATAS-BATAS PENDIDIKAN
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Ely  Mufidah, M.S.I.


Disusun Oleh:
1.    Feri Siswanto        202 111 0050
2.    Muhammad Labib     202 111 0053
3.    Shilfiana             202 111 0054
4.    Arina Rahmawati    202 111 0055
5.    Titik Sularmi        202 111 0056
Kelas : B
Kelompok : 2
PRODI TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2012



PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkesinambungan. Hal ini memunculkan istilah pendidikan seumur hidup (life long education).
Prinsip belajar sepanjang hayat ini adalah prinsip yang menekankan agar setiap orang dapat terus belajar dan meningkatkan dirinya sepanjang hayat. Hal ini berarti bahwa pendidikan atau pendidikan Islam tidak memiliki batas, karena pendidikan harus kondusif yang didasari pada eksistensi manusia dalam berhubungan dengan sang Khalik, sesama makhluk, dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu dikatakan bahwa batas awal pendidikan Islam ialah saat memilih pasangan hidup (calon suami/istri) dan mendidik anak dimulai dari buaian hingga liang lahat, karena tidak ada batas tertentu bagi seseorang dalam pendidikan (long time education). Meskipun pada kenyataannya banyak para ahli yang memberikan pendapat tentang batas-batas pendidikan yang beragam.
Dalam makalah ini kami akan memaparkan hal-hal tentang batas-batas pendidikan baik secara umum ataupun menurut Islam. Pembahasan dalam makalah ini meliputi pengertian batas pendidikan, batas awal pendidikan (umum/Islam), batas akhir pendidikan (umum/Islam), serta periodesasi pendidikan.






PEMBAHASAN
BATAS-BATAS PENDIDIKAN
A.    Batas Pendidikan
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang lingkup, awal dan akhir yang berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan pendidikan ialah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Dengan kata lain pendidikan adalah usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohani dan jasmani secara bertahap.  Jadi yang dimaksud dengan batas-batas pendidikan ialah pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
Pada dasarnya batas-batas pendidikan mengarah pada pembahasan apakah pendidikan itu berlangsung seumur hidup, ataukah hanya pada waktu tertentu saja. Kita mengenal istilah pendidikan seumur hidup (long education) dan pendidikan terus menerus (continuing education).
Dalam suatu riwayat Rasulullah saw. bersabda, “tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga dimasukkan dalam liang lahat”. Lepas dari sahih atau tidaknya pendapat tersebut, hal itu bisa memberikan masukan bagi pendidikan. Bila hadis itu dimaknai secara literer maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan manusia hanya terbatas setelah dilahirkan hingga kematiannya. Sedangkan bila dimaknai secara kontekstual, kata ‘ayunan’ dimaknai sebelum dilahirkan (masih dalam kandungan), dan akhir dari proses pendidikan yaitu saat berpisahnya nyawa dengan badan.
Batasan tentang pendidikan para ahli beragam dan kandungannya berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut terjadi karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
B.    Batas Awal Pendidikan
Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan ke arah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak dilahirkan, sedangkan pendidikan anak yang sesungguhnya baru terjadi kemudian. Pendidikan dalam bentuk pemeliharaan bersifat “dresur” belum bersifat murni.
Pada pendidikan yang sesungguhnya anak dituntut untuk memahami apa yang dikehendaki oleh pemegang kewibawaan dan menyadari bahwa hal yang diajarkan adalah perlu baginya. Jadi ciri utama dari pendidikan ialah adanya kesiapan interaksi edukatif antara pendidik dan terdidik.
Dari segi psikologi, usia 3-4 tahun dikenal sebagai “masa pembangkang” atau “masa kritis”. Namun dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang ketidakpatuhan yang sekaligus merupakan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya. 
C.    Batas Akhir Pendidikan
Untuk menentukan kapan sesungguhnya pendidikan anak berlangsung untuk pertama kali sangat sulit, begitu pulalah sulitnya menentukan kapan pendidikan itu berlangsung untuk terakhir kalinya. Kesulitan tersebut terkait erat dengan kesukaran menentukan masa kematangan. Seorang anak dalam hal-hal tertentu telah mencapai kematangannya, tetapi dalam hal-hal lain masih tetap menunjukkan sikap kekanak-kanakan.
Pendidikan mempunyai titik akhir yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat prinsipal dan tercapai bila seseorang sudah mandiri serta mampu mengembangkan ataupun melaksanakan rencana sesuai dengan pandangan hidupnya, mampu menghadapi pengaruh yang menerpa kehidupan batiniahnya, dan ia telah memiliki watak yang relatif tetap dalam membentuk kepribadiannya. Pada kondisi itu pendidikan sudah tidak menjadi masalah lagi. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa mungkin juga diperlukan untuk tetap menerima pengajaran dalam bidang tertentu dalam memajukan kehidupannya, misalnya dengan kursus-kursus, latihan-latihan, dan pendidikan bidang keahlian tertentu. 
D.    Batas Awal Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan batas awal pendidikan Islam ialah saat kapan pendidikan Islam itu dimulai. Para ahli pedagogik muslim dan nonmuslim mempunyai pendapat yang beragam akan hal itu. Mereka hanya sepakat bahwa pendidikan adalah suatu usaha dan proses yang mempunyai batas-batas tertentu.
Dr. Asma Hasan Fahmi mengemukakan bahwa di kalangan ahli didik Islam berbeda pendapat tentang kapan anak mulai dapat dididik. Sebagaian di antara mereka mengatakan setelah anak berusia 4 tahun.
Menurut Langevel, awal (bawah) pendidikan yakni pada saat anak sudah berusia kurang lebih 4 tahun. Karena menurutnya pada usia ini telah terjadi mekanisme untuk mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan besar dalam jiwa seorang anak di mana seorang anak telah mengenal ‘aku’nya. Sehingga dia mulai sadar/mengenal kewibawaan. Kewibawaan dalam pendidikan adalah kesediaan untuk menerima pengaruh (anjuran) orang lain atas dasar sukarela.
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy menyatakan bahwa anak dididik setelah berumur 5 tahun, urut-urutan ilmu yang diberikan ialah membaca Alquran, mempelajari syair, sejarah nenek moyang, mengendarai kuda, dan menggunakan senjata.
Menurut Al-‘Aabdari anak mulai dididik dalam arti yang sesungguhnya setelah berusia 7 tahun. Karena itu beliau mengeritik orangtua yang menyekolahkan anaknya pada usia yang terlalu muda (dibawah 7 tahun).
Jadi dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan para ahli didik Islam tentang kapan anak mulai dapat dididik. Namun jika diterapkan dalam praktik pendidikan dapat dijelaskan bahwa untuk dapat memasuki pendidikan prasekolah sebaiknya setelah anak berusia 5 tahun sedangkan untuk dapat memasuki pendidikan dasar, sebaiknya setelah anak berusia 7 tahun.
Sabda Nabi saw:
اُطْلُبُ اْلعِلْمِ مِنَ اْلمَهْدِاِلَى اللَّحْدِ
“Belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.”
E.    Batas Akhir Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk kepribadian muslim. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan pemeliharaan kestabilan kepribadian muslim. Berdasarkan pada sabda  rasul, batas akhir pendidikan Islam adalah sampai akhir hayat. Begitu besar perhatian Islam terhadap pentingnya pendidikan, sampai-sampai Rasulullah memerintahkan kepada umatnya yang sedang menunggui orang dalam keadaan sakaratul maut supaya menuntunnya membaca kalimat “La ilaha illalah”.  (H.R. Muslim)
F.    Periodesasi Pendidikan Islam
Islam mengakui adanya pendidikan seumur hidup. Karena perjalanan manusia melalui tahapan-tahapan tertentu biasa disebut dengan periode pendidikan Islam. Adapun periode pendidikan yang dimaksud ialah: pendidikan pranatal  (pra konsepsi dan paska konsepsi) dan pendidikan paska natal (pendidikan bayi, kanak-kanak, anak-anak, dan dewasa).

    Pendidikan Pranatal (Tarbiyah Qabl Al-Wiladah)
1.    Masa Pra Konsepsi
Awal mula pendidikan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan pernikahan,  yaitu melaksanakan sunah rasul, lahirnya keturunan yang dapat meneruskan risalahnya. Pernikahan yang baik dilandasi keinginan untuk memelihara keturunan, tempat menyemaikan bibit iman, melahirkan keluarga sehat serta memenuhi dorongan rasa aman, sejahtera, dan sakinah, mawaddah, rahmah. Oleh karena itu pemilihan pasangan sebelum menikahpun menjadi kepedulian utama dalam merancang pendidikan anak.
Abdullah Nashih Ulwan berkata, “Ibu merupakan sekolah. Barangsiapa yang menyiapkannya, ia telah menyiapakan bangsa yang berbibit dan berakar (kokoh)”. Maksudnya adalah pasangan hasil pilihan itulah yang menyiapkan bangsa yang kokoh. Persiapan mendidik anak menurut ajaran Islam dimulai sejak waktu pemilihan jodoh yaitu pemilihan calon istri atau suami.
Rasulullah saw. menganjurkan dalam memilih pasangan hidup (calon istri/suami) hendaknya dipilih karena landasan agamanya.  Rasulullah saw. bersabda, “Pilih-pilihlah (penyemaian) bagi benih kalian, dan nikahilah yang kufu”. (H.R Ibnu Majah, Al-Daruquthi, dan Al-Hakim)
Dari kandungan hadis diatas dapat dipahami bahwa persiapan pendidikan sudah dimulai sejak pemilihan jodoh. Anak yang lahir diasuh dan dididik oleh istri yang taat beragama kemungkinan besar akan menjadi anak yang saleh setelah dewasa.
Setelah calon dipilih kemudian diadakan peminangan, dan selanjutnya dilaksanakan pernikahan dengan walimatul ursynya. Biasanya dalam pernikahan Islam diadakan khutbah nikah sebelum ijab qabul. Dalam khutbah nikah tersebut terkandung nilai-nilai pendidikan, yaitu:
a)    Peningkatan iman dan amal,
b)    Pergaulan baik antara suami dengan istri,
c)    Kerukunan rumah tangga,
d)    Memelihara silaturahmi,
e)    Mawas diri dalam segala tindakan dan perilaku.
2.    Masa Paska Konsepsi
Setelah terjadi konsepsi (proses pembuahan sel telur perempuan oleh sperma laki-laki)  maka proses pendidikan sudah bisa dimulai, walaupun masih bersifat tidak langsung. Masa paska konsepsi disebut juga dengan masa kehamilan. Secara umum, masa kehamilan berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari. Walaupun masa itu relatif singkat, namun memberikan makna yang penting bagi proses pembentukan kepribadian manusia berikutnya.
Masa kehamilan mempunyai beberapa tahapan, yaitu tahap nutfah (berbentuk cairan sperma dan ovum), alaqah (segumpal darah), mudghah (segumpal daging) dan pada saat inilah si janin sudah siap menerima hembusan ruh dari malaikat utusan Allah Swt. Dari beberapa proses tersebut ada beberapa aspek pendidikan yang bisa dipetik, yaitu:
a)    Harus diyakini bahwa periode dalam kandungan pasti bermula dari adanya kehidupan yang didasarkan pada suatu kenyataan, yaitu terjadinya perkembangan dari nutfhah hingga menjadi bayi.
b)    Setelah berbentuk sekerat daging (mudghah) Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Ruh inilah yang menjadi titik mula bergeraknya kehidupan psikis manusia.
c)    Satu aspek penting lagi bagi si janin pada masa dalam kandungan, yaitu aspek agama. Sebenarnya naluri agama pada setiap individu ini sudah ada sebelum kelahirannya di dunia nyata. Hal ini sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Alquran (QS. Al-Araf: 172 dan QS. Ar-Rum: 30).
Masa di dalam kandungan (pranatal) atau paska konsepsi ini sangat penting artinya karena merupakan awal kehidupan. Pada masa itu hubungan janin sangat erat dengan ibunya. Oleh karena itu proses pendidikan sudah dimulai semenjak anak dalam kandungan. Proses pendidikan itu dilaksanakan secara tidak langsung seperti:
a)    Seorang ibu yang telah hamil maka harus mendoakan anaknya. Anak pranatal harus didoakan oleh orangtuannya karena setiap muslim yakin bahwa Allah Swt. maha kuasa dan anak pranatal amanah yang dititipkan kepadanya.
b)    Ibu harus selalu menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan minuman yang halal.  Firman Allah, “Makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal dan yang baik”. (QS. Al-Maidah: 88)
c)    Ikhlas mendidik anak. Ikhlas bahwa segala amal dan perbuatan dan usaha terutama upaya mendidik anak pranatal dilakukan dengan niat karena Allah semata.
d)    Memenuhi kebutuhan istri. Menurut Baihaqi A.K ada beberapa kebutuhan istri yang harus dipenuhi yaitu, kebutuhan untuk diperhatikan, kasih sayang, makanan ekstra, ketenangan.
e)    Taqarrub kepada Allah Swt. dengan melakukan ibadah wajib maupun ibadah sunah.
f)    Kedua orangtua berakhlak mulia. 
    Pendidikan Paska Natal (Tarbiyah Ba’da Al-Wiladah)
1.    Pendidikan Bayi
Periode bayi ialah fase kehidupan manusia terhitung dari saat kelahiran sampai kira-kira berumur dua tahun.  Selama rentang waktu itu, kehidupan bayi biasanya sangat tergantung pada bantuan dan pemeliharaan pihak lain, terutama si ibu. Sejak dari memberi makan, memandikan, menidurkan, dan menyusui dilakukan oleh ibu. Peranan ibu yang demikian besar terhadap bayi mempunyai arti tersendiri bagi pendidikannya. Dibandingkan fase perkembangan sebelum anak lahir ada beberapa hal yang harus dilakukan orang tua terhadap anaknya, yaitu:
a)    Mengeluarkan zakat fitrah.
b)    Mendapat hak waris.
c)    Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
d)    Menyuarakan azan dan iqamah di telinga bayi.
e)    Aqiqah.
f)    Memberi nama.
2.    Pendidikan Kanak-kanak
Yang dimaksud dengan periode ini ialah masa selepas usia dua tahun hingga anak berusia 6 tahun. Jadi batas lepas dari panggilan bayi sampai dia masuk sekolah ini biasanya yang berlaku di indonesia.
Anak-anak pada masa ini bersifat meniru, banyak bermain dengan lelakon (sandiwara) atau khayalan yang kadang-kadang membantu dalam mengatasi kekurangan-kekurangannya dalam kenyataan. Kegiatan yang bermacam-macam itu akan memberikan keterampilan dan pengalaman si anak. Maka perlakuan kita kepada anak pada usia ini hendaknya tetap tidak ada keguncangan. Karena keguncangan akan menyebabkan keraguan dan kebingungan anak.
Masa terpenting untuk sebuah pendidikan adalah masa kanak-kanak. Usia anak ini memiliki beberapa kelebihan. Saat ini jiwanya masih bersih sesuai dengan fitrah Allah, lahir dalam keadaan suci. Pada masa itulah seorang pendidik memiliki peluang besar dalam membentuknya menjadi apa yang diinginkan oleh pendidik. Disini peran orangtua sangat menentukan. 
3.    Pendidikan Anak-Anak
Pada masa ini anak sudah mulai mengenal Tuhan melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang berada di lingkungan pada mulanya diterima secara acuh tak acuh. Lambat laun tanpa disadarinya akan masuk pemikiran tentang Tuhan dalam pembentukan kepribadiannya.
Pada masa anak-anak ini perasaannya terhadap Tuhan sudah mengarah kepada keadaan yang lebih positif bahkan hubungannya dengan Tuhan telah dipenuhi oleh rasa aman dan percaya. Sehingga sering ditemukan pada masa usia ini bertambah rajin melakukan ibadah.
Pada masa ini ide keagamaan didasarkan atas emosional, maka wajar bila konsep Tuhannya pun bersifat formal. Pendidikan agama Islam pada masa ini dilakukan dengan penuh kesabaran. Cara yang paling tepat adalah pembinaan, latihan, dan suri teladan dari orangtuanya. Oleh karena itu sejak dini telah diupayakan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Menurut Zakiah Daradjat, memperkenalkan sifat-sifat Allah kepada anak-anak pada umur ini hendaknya memilih sifat-sifat Allah yang menyenangkan baginya, seperti Allah maha pengasih, penyayang.
Pada periode ini merupakan masa sekolah dasar artinya pada masa itu anak harus dibekai pengetahuan-pengatahuan dasar yang tentunya dianggap penting untuk keberhasilan anak di kemudian hari. Pada usia sekolah ini anak sudah berhubungan dengan temannya dalam kelompok bermain yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan pendidikan Islam. 
4.    Pendidikan Remaja
Masa remaja (adolencence) berlangsung dari umur 12 sampai 21 tahun. Awal masa remaja ditandai dengan dimulainya kegonjangan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Laki-laki ditandai dengan ihtilam (mimpi basah) sedangkan perempuan ditandai dengan menstruasi.
Anak-anak yang memasuki usia remaja sudah mampu memahami nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan. Untuk itulah periode ini sangat baik untuk membantu anak-anak guna menumbuhkan sikap bertanggung jawab dan memahami nilai-nilai terutama yang bersumber dari agama Islam. Setiap anak secara bertahap harus dibantu menyadari tanggung jawabnya sebagai khalifah di muka bumi.
Perkembangan agama pada umur ini sangat penting. Apabila mereka telah memahami ajaran agamanya dan telah terbiasa berdoa atau melakukan ibadah serta menerapkan ketentuan agama dalam kehidupan sehari-hari sebelum memasuki umur remaja, maka masalah pembinaan akhlak lebih mudah karena mereka telah terlatih memahami perintah agama.
Setelah awal masa remaja berlalu anak memasuki masa pubertas. Pada masa ini anak mengira dirinya sudah dewasa, hal ini mempersulit upaya memberikan bimbingan dan peetunjuk kepada mereka.
5.    Pendidikan Dewasa
Usia dewasa dimulai sejak berakhirnya kegoncangan-kegoncangan kejiwaan yang menimpa masa remaja. Usia ini dikatakan masa ketenangan jiwa, ketetapan hati, dan keimanan yang tegas.
Pada umumnya ketika seseorang telah mencapai usia dewasa, dia sudah mempunyai banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman. Dalam menghadapi beberapa permasalahan di antara mereka ada yang menyelesaikan dengan sukses dan adapula yang mengalami kegagalan. Pada usia dewasa seseorang biasanya sudah mampu mempuyai kesiapan diri dan mental untuk mengendalikan diri.
Jalaluddin mengatakan bahwa sikap keagamaan orang dewasa memiliki ciri-ciri yaitu:
a)    Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang, tidak ikut-ikutan.
b)    Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama.
c)    Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama. 
Pendidikan bagi orang dewasa dapat dilakukan melalui majelis ilmu karena majelis ilmu sarat dengan zikrullah, disana para pengikut akan memperoleh ketenangan hati. Pendidikan juga dapat diperoleh orang dewasa melalui majelis taklim karena majelis ini juga dapat membina kedekatan dan ikatan hamba dengan penciptanya akan semakin erat.
Demikian cara pendidikan yang dapat diperoleh oleh orang dewasa. Berakhirnya masa dewasa bukan berarti berakhir pula pendidikan, sebab Islam berprinsip bahwa pendidikan manusia berakhir setelah berpisahnya roh dari badan.





PENUTUP
•    Batas-batas pendidikan ialah pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
•    Batas awal pendidikan Islam ialah saat kapan pendidikan Islam itu dimulai.
•    Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan ke arah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak dilahirkan.
•    Pendidikan mempunyai titik akhir yang bersifat alamiah. Titik akhir bersifat prinsipal dan tercapai bila seseorang sudah mandiri.
•    Islam mengakui adanya pendidikan seumur hidup (long time education).
•    Periodesasi pendidikan Islam meliputi:
1.    Pendidikan pranatal (pra konsepsi dan paska konsepsi).
2.    Pendidikan paska natal (pendidikan bayi, kanak-kanak, anak-anak, dan dewasa).
















DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat, Zakiah, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
       Aksara.
Http://kiflipaputungan.wordpress.com//2010/04/28/batas-batas-pendidikan
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Suwaid, Muhammad Nur ‘Abdul Hafizh.  2000.  Mendidik Anak
        Bersama Rasulullah. Bandung: Al-Bayan.
      Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.
             Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Uhbiyati, Nur dan Maman Abd. Djaliel. 1998. Ilmu Pendidikan IslamI.
       Bandung: CV. Pustaka Setia.




Minggu, 18 Maret 2012

MAKALAH
KLASIFIKASI ILMU PENGETAHUAN
( Ilmu Tentang Pencipta )
Disusun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen pengampu : M.Ghufron Dimyati, M.S.I
 








Kelas/ Smstr    : B/ IV
Disusun Oleh :
Nadia Ulfa                  : 2021110073

JURUSAN TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Dzikir itu boleh dilakukan dengan hati dan boleh pula dengan ucapan lisan. Dzikir yang lebih utama adalah dilaksanakan dengan ucapan lisan dan hati. Jika hendak dilaksanakan dengan salah satunya saja, maka dzikir didalam hati lebih afdhal.
Dzikir itu tiada terbatas hanya pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan seumpamanya itu saja, tetapi setiap orang yang beramal karena Allah adalah orang yang berdzikir kepada-Nya. Yang dimaksud dzikir disini yaitu kehadiran hati. Maka seyogyanya inilah yang menjadi tujuan orang yang berdzikir. Orang yang berdzikir hendaknya ia berusaha untuk menghasilkan dzikir lisan dan dzikir hati dengan memahami apa yang ia ucapkan, sebagaimana ketika membaca Al-Qur’an.
Setiap waktu tertentu itu ada berbagai macam dzikir dan doa. Dzikir dan doanya itu berbeda-beda misalnya saja Hadits yang akan saya bahas ini tetang doa atau dzikir tentang  memasuki waku sore dan memasuki waktu pagi begitu pula kerajaan Allah memasuki sore dan pagi begitu pula seterusnya Rasulullah SAW berdoa .
Setiap sebab pasti ada akibat, adanya api pasti ada asap. Begitu juga adanya alam semesta ini akibat adanya sang pencipta yaitu Allah SWT. Yang telah menciptakan semua makhluk.
Didalam makalah ini saya akan mencoba menjelaskan tentang klasifikasi ilmu pengetahuan ( ilmu tentang pencipta ).



BAB II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI ILMU PEGETAHUAN

A.      HADITS
Ilmu Tentang Pencipta
Kami meriwayatkan dalam shohih Muslim dari Abdullah Bin Mas’ud dia berkata di waktu sore Nabi mengucapkan:
عن عبد الله بن مسعود  قال : " كان نبي الله صلى الله عليه وسلم اذا امسى قال امسينا اوامسى الملك لله والحمد لله لااله الا الله وحده لا شريك له –قال اراه قال فيهن --- له المك وله الحمد وهو على كل شيء قدير رب اسالك خير ما في هذه الليلة وخير ما بعدها واعوذبك من شرمافي هذه اللية وشرما بعدها رب اعوذبك من الكسل وسوء الكبر رب اعوذبك من عذاب في النار وعذاب في القبر واذا اصبح قال ذلك ايضااصبحناواصبح المك لله"
(رواه مسلم في الصحيح, كتا ب الذ كر والدعاء والتوبة والاستغفا ر, باب التعوذ من شر ما عمل ومن شر ما لم يعمل)[1]
B.       MUFRODAT
اند نسي

عربي
Sore
امسى

Kerajaan Allah
الملك الله

Satu-satunya
وحده

Tiada sekutu bagi-Nya
لاشريك له

Aku memohon
اسا لك

Kebaikan        
خير

Kejahatan
شر

Kemalasan
كسل

Keburukan dimasa tua
وسوء اكبر

Siksa
عذاب


C.      TERJEMAH

“ Dari Abdullah bin Mas’ud berkata: Diwaktu sore Nabi SAW,mengucapkan: kami telah memasuki waktu sore dan kerajaan milik Allah juga memasuki waktu sore, segala puji bagi Allah SWT, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa,  tiada sekutu bagi-Nya, ( Rawi berkata,menurutku dia mengucapkan padanya). Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Rabbi, aku memohon kepada-Mu kebaikan dimalam ini dan kebaikan sesudahnya, aku berlindung kepad-Mu dari kejahatan malam ini dan kejahatan sesudahnya. Ya Rabbi, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan keburukan hari tua (pikun). Ya Rabbi, aku berlindung kepada-Mu dari siksa api neraka dan siksa dalam kubur. Bila masuk waktu pagi Nabi membaca itu juga, kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan Allah juga memasuki pagi hari.[2]

D.      ARTI KATA

Dari abdullah bin mas’ud berkata
عن عبد الله بن مسعود  قال

Diwaktu sore Nabi SAW,mengucapkan:
كان نبي الله صلى الله عليه وسلم اذا امسى قال

kami telah memasuki waktu sore dan kerajaan milik Allah juga memasuki waktu sore
امسينا اوامسى الملك لله

segala puji bagi Allah SWT, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa
والحمد لله لااله الا الله

Dan tiada sekutu bagi-Nya
وحده لا شريك له

Rawi berkata, menurutku dia mengucapkan padanya
قال اراه قال فيهن
Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu
له المك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

Ya Rabbi, aku memohon kepada-Mu akan kebaikan malam ini dan kebaikan sesudahnya
رب اسالك خير ما في هذه الليلة وخير ما بعدها

dan aku berlindung kepada Engkau dari kejahatan malam ini dan kejahatan sesudahnya
واعوذبك من شرمافي هذه اللية وشرما بعدها

Ya Rabbi, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan keburukan di usia tua(kepikunan)
رب اعوذبك من الكسل وسوء الكبر

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka dan siksa dalam kubur
رب اعوذبك من عذاب في النار وعذاب في القبر

Bila masuk waktu pagi Nabi membaca itu juga
واذا اصبح قال ذلك ايضا

kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan Allah juga memasuki pagi hari.
اصبحناواصبح المك لله

diriwayatkan oleh imam Muslim dalam shahihnya
رواه مسلم في الصحيح




E.       BIOGRAFI PEROWI
Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib Al-Hudzali. Ibunya adalah Ummu Abd Hudzailiyah. Ibnu Mas’ud termasuk orang yang pertama masuk Islam. Diriwayatkan bahwa dia orang keenam dari enam orang yang masuk Islam. Dia orang yang pertama kali terang-terangan membaca Al-Qur’an di Makkah. Dia hijrah ke Habasyah kemudian ke Madinah. Ikut serta perang badar bersama Rasulullah, Baiat Ar-Ridhwan dan semua peperangan. Bahkan ikut serta dalam perang Yarmuk setelah Rasulullah wafat. Rasulullah sangat mencintai dan memuliakannya. Dia adalah pelayan Rasulullah yang amanah, penjaga rahasianya, teman ketika mukim dan bepergian. Dia masuk setiap saat dan berjalan bersamanya. Dia membawakan siwak, sandal dan air untuk bersuci Nabi SAW.
Dia termasuk ulama’ besar dari kalangan sahabat dan penghafal Al-Qur’an. Rasulullah menyifatinya dalam sabdanya, “Sesungguhnya kamu adalah orang anak yang berilmu”. Umar bin Al-Khathab pernah memperhatikannnya pada suatu hari lalu berkata, “Bejana yang dipenuhi oleh ilmu”. Meriwayatkan dari Nabi sebayak 84 hadits setelah Nabi wafat, dia menjadi penanggung jawab baitul mal di kuffah, kemudian datang ke madinah pada masa kekholifahan Utsman, dan meninggal disana tahun 30H, ketika berusia sekitah 60 tahun. Semoga Allah meridhoi dan mencurahkan rahmat kepadanya.[3]






F.       KETERANGAN HADITS
Hadits diatas diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, bahwa apabila waktu senja atau sore telah tiba Rasulullah SAW biasa berdo’a atau berdzikir, kalimat dzikir yang disebut dalam hadits diatas sunnah dibaca pada setiap pagi dan petang diwakru kapan pun, tetapi yang lebih afdhal ialah hendaknya dibaca sesudah sholat subuh dan sesudah sholat maghrib karena sesungguhnya do’a yang diucapkan sesudah sholat fardu lebih dekat untuk diperkenankan dan lebih diharapkan utuk dikabulkan atau diijabahi oleh Allah SWT.
Tanzih dan Taqdis atau memahasucikan Allah merupakan hal yang wajib bagi hamba Allah disetiap pagi dan petang serta disetiap siang dan malam hari karena waktu-waktu tersenbut merupakan keadaan dan perubahan alam yang membawa berbagai macam nikmat yang baru buat hamba-hamba Allah. Amal ibadah yang paling utama untuk dijadikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah oleh hamba-Nya ialah shalat lima waktu tepat pada waktunya masing-masing.
sabda Rasulullah SAW اللهم انى اعوذ بك من الكسل وسوءالكبر )  ), Al-Qadhi berkata: kami meriwayatkan kata الكبر dengan dua wajah yaitu :
·      الكبر ( Huruf Ba’ dibaca sukun ), artinya: merasa lebih agung dari manusia lain(sombong).
·      الكبر ( Huruf Ba’dibaca fathah ), artinya: tua renta, kacau pikiran karena tua, dan kembali kepada seburuk-buruknya umur(pikun), sebagaimana yang terdapat dalam hadits lainnya. Dan menurut Al-Qadhi wajah kedua ini yang lebih dzohir dan lebih masyhur dari pada wajah yang pertama. Beliau berkata: yang menyebutnya dari fathah adalah imam Al-Harawi dan yang menyebutnya dengan dua wajah adalah imam Al-khattabi, tapi beliau membenarkan yang dengan fathah, ini juga dibantu diuatkan oleh riwayat an-Nasa’i yang berbunyi: وسوء العمر



سوء الكبر ( Suu-il kibari ), artinya keburukan diusia tua (kepikunan), disini yang dimaksud usia tua ialah usia yang sangat tua, pada usia tersebut seseorang kembali kepada masa kekanak-kanakan. Karena itu, ia memerlukan seseorang yang merawat dan mengasuhnya dalam segala hal[4].
Telah diterangkan dalam kitab sholat dan lainnyaketerangan tentang ta’awwudz (permintaan perlindungan) nya Rasulullah SAW dari fitnah kubur, adzab kubur, fitnah dajjal, dan penyucian kesalahan-kesalahan dengan air dan salju. Adapun ta’awwudznya Rasulullah dari fitnah kekeyaan dan fitnah kefakiran adalah karena keduanya merupakan dua keadaan yang dikhawatirkan terdapat fitnah didalamnya.
Ø  Fitnah yang dikhawatirkan dari kefakiran seperti: marah (terhadap takdir), sedikitnya kesabaran, dan jatuh kepada perkara-perkara yang haram atau syubhat karena kebutuhan.
Ø  Sedang fitnah yang di khawatirkan dari kekayaan seperti sombong, bersuka ria melewati batas, pelit dengan hak-haknya harta benda(seperti zakat dll), atau menggunakannya secara berklebihan, menggunakannya dalam kebatilan, atau untuk berbangga-bangga.
Sedang makna الكسل (malas) adalah: tidak adanya kebangkitan jiwa untuk kebangkitan jiwa untuk kebaikan dan sedikitnya semangat atau keinginan padahal ada kemungkinan untuk itu.
Makna العجز (lemah) adalah: tidak adanya kuasa atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu, atau juga diartikan meningglkan sesuatu yang wajib dikerjakan dan menunda-nundanya. Disunnahkan meminta perlindungan kepada Allah dari hal-hal tersebut.
Imam Al-Khattabi berpendapat: kefakiran yang mana Rasulullah meminta perlindungan dari-Nya adalah kefakiran jiwa, bukan kefakiran karena ssedikitnya harta.
Imam Al-Qadhi berpendapat : bisa jadi Rasulullah memeng meminta perlindungan dari kefakiran harta. Maksudnya adalah meminta perlindugan dari fitnah(cobaan) tidak adanya kemungkinan mempunyai harta dan dari kerelaan atas kefakiran tersebut. Karena itulah Rasulullah menggunakan kalima " فتنة القبر " bukan menggunakan kalimat " الفقر "  dan banyak hadits-hadits shahih yang menerangkan tentang keutamaan dari sebuah kefakiran.
Adapun Rasulullah meminta perlindungan dari tua renta maksudnya aadalah beliau meminta perlindungan dari kembali kepada seburuk-buruknya umur(pikun).[5]

G.      ASPEK TARBAWI
Hadits ini menceritakan tentang do’a Nabi Muhammad SAW atas kuasa Allah tentang ciptaannya. Akan tetapi para ilmuan mengingkari tentang adanya pencipta, dia beranggapan bahwa semua yang ada dibumi ini semata-mata hanya suatu kebetulan saja seperti halnya teori big bang yang mengatakan alam ini tercipta berawal dari sebuah dentuman yang keras. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menyatakan segala sesuatu itu ada penciptaannya, Nabi mengajarkan kepada kita untuk selalu berdo’a pagi dan sore hari dan selalu mengingat-ingat akan kuasa Allah supaya kita terhindar dari sifat malas dan jelek sifat sombong dan mengunggulkan diri sendiri.[6] Kita harus bersyukur  kepada sang pencipta yaitu Allah SWT yang mana telah melindungi kita semua. Dan bersyukur atas ciptaan-ciptaannya yang mana telah menciptakan pagi dan malam hari dengan beredarnya matahari seperti yang diterangkan pada teori Geosetris dan Heliosentris dan begitu rapihnya Allah mengatur semua itu  sampai pada waktu beredar pun tidak ada yang bertabrakan maha suci Allah



SIMPULAN

Dari analisis hadits diatas dapat kita tangkap bahwasanya Allah lah pencipta alam semesta, pencipta siang yang terang benderang dan malam yang  yang gelap gulita seperti yang telah diterangkan didalam teori rotasi bumi yang baru ditemukan berabad-abad setelah turunya hadits ini dan Al-Qur’an. Betapa hebat keajaiban Al-Qur’an dan al-Hadits yang menjelaskan tentang teori penciptaan, baik penciptaan bumi, alam semesta, manusia hewan, dan sebagainya. Sehingga mampu membuat ilmuan-ilmuan diabad 18-an kagum akan kebenarannya.
Diantara teori-teori penciptaan, teori penciptaan manusia merupakan salah satu teori yang menarik untuk kita bahas. Yang dapat kita tangkap dari hadits diatas bahwasanya Allah lah satu-satunya pencipta alam semesta, penguasa ruang dan waktu dan pelindung bagi semua makhluk.










DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafizh Al-Din, Zaki dan Abd Al-‘Azhim Al-Mundziri. 2002. Ringkasan Shahih Muslim. Bandung: Mizan.
Dieb, Musthafa dan Mahyiddin Mistu, Al-Bugha Syailq. 2002. Al-Wafi Syarah Hadits Al-Bain Imam Nawawi. Jakarta: Pustaka Al-kautsar.
Mansyur, Syekh Ali Nashif. 1996. Mahkota Pokok-Pokok Hadits Rasulullah SAW. Bandung: Sinar Baru Al-Gesindo.  
Muhyidin, Syekh Abi Zakaria dan An-Nawawi Yahya Ibnu Syorof. 1984. Al-Adzkar jilid 5 cet.1. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Nawawi, Imam. 445H. Syarah Shahih Muslim. Jilid 8 dan 9.
Nawawi, Imam. 2007. Ensiklopedi Dzikir dan Do’a. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Qardhawi, Yusuf. 1998. As-Sunnah Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Kautsar.


                                                                                                            








[1] Imam Nawawi. Sharih Shahih Muslim. (455H). Jilid.8 hlm.217
[2] Al-hafizh Zaki Al-Din Labd Al-Azhim Al-Mundziri, Ringkasan Shohih  Muslim (B andung: Mizan Sya’ban 1432H/ oktober 2002 cet.1) hlm. 205
[3] Dr.Musthafa Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi (Jakarta: Pustaka Al-Kutsar, 2002) hlm.471-472
[4] Syekh Mansur Ali Nashif,  الثاج الجمع للاصول فى احا ديث الر سول atau MAHKOTA POKOK-POKOK HADITS RASULULLAH SAW JILID 5.(Bandung: Sinar baru Aigensindo: 1996) hlm.316 & 323.
[5] Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim. jilid 9
[6]Yusuf  Al-Qardhawy, As-Sunnah Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan. (Jakarta : Pustaka Kautsar, 1998), hlm.311