Powered By Blogger

Selasa, 13 Maret 2012

MAKALAH

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah                   : Hadits Tarbawi 2
Dosen Pengampu           : Muhammad Hufron, M.S.I















Disusun oleh:
Khotimatul Khusna
2021110068
B




JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012


PENDAHULUAN


Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat melahirkan berbagai macam aspek limu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman saja tetapi juga teknologi karena semakin intensif manusia menggali ayat-ayat al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang didapatkan.
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan didalamnya.
Di dalam Al-Qur’an banyak terkandung unsur-unsur pendidikan antara lain : menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah , fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk bertujuan pendidikan dan memelihara keperluan semua masyarakat.
Di dalam makalah ini, kami akan memaparkan salah satu hadits tentang Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan, karena Al-Qur’an merupakan manivestasi kekuasaan Allah.



















PEMBAHASAN

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

A.      Materi Hadits

   حَدَّتَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍ
اَلْجُعْفِيّ ِأَخْبَرَ نَا حَمْزَةُ الزَّ يَّاتُ عَنْ اَبِي الممُخْتَا رِالطَّا ئِي ّ ِ
عَنِ ابْنِ اَ خِيْ الحَا رِثِ اْلَا عْوَرِ عَنِ الْحَا رِ ثِ اْلَا عْوَرِقَالَ
مَرَرْتْ فِي الْمَسْجِدِ فَإِ ذَاالنَّا سُ يَخُوْضُوْنَ فِي اْلأَ حَادِيْثِ
فَذَخَلْتُ عَلَي عَلِيّ ِ، فَقُلْتُ : يَااَمِيْرَاْلمُؤْمِنِيْنَ أَلَا تَرَي النَّاسَ
قَذْخَا ضُوْا فِي اْلاَ حَادِيْثِ؟ قَالَ:اَوْقَدْ فَعَلُوْ هَا؟قُلْتُ
نَعَمْ،قُلْ : أَمَااِ نّيِ سَمِعْتَ رَ سُوْ لَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَقُوْلُ : ،،اَلَا اِنّهَا سَتَكُوْنَ فِتْنَةُ،فَقُلْتُ : مَاالْمَخْرَ جَ مِنْهَا
يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَلَ : كِتَا بُ اللهِ فِيْهِ نَبَأُ مَا قَبْلَكُمْ،وَخَيْرُ
مَابَعْذَكُمْ وَحُكُمْ مَابَيْنَكُمْ، وَهُوَالْفَصْلُ لَيْسَ بِالْهَزْلِ
مَنْ تَرَ كَهُ مِنْ جَبَا رٍ عَصَمَهُ اللهُ، وَ مَنْ اِبْتَغَي الْهُدَي
فِيْ غَيْرَهِ أَضَلَّهُ اللهُ، وَ هُوَ حَبْلُ ا للهِ الْمَتِينُ، وَهُوَالذّ ِكْرَ
الْحَكِيْمُ، وَ هُوَ الِصّرِ ا طُ اْلمُسْتَقِيْمُ، هُوَ الَّذِ ي لَايَزِ يْغُ بِهِ
الْاَ هْوَا ءِ، وَلَاتَلْتَبِسُ بِهِ اْلاَلْسِنَةُ، وَلَا يًشْبَعُ مِنْهُ اْلعُلَمَاءُ
وَلَا يُخْلَقُ عَنْ ُكثْر ِةِ اِلرَّ دّ ِاَاوَلَا تَنْقُضَي عَجَا ئِبُهُ،ْهُوَ ١لَّذِيْ
لَمْ تَنْتَهِ الْجَنُّ اِذَسَمِعَتْهُ حَتَّي قَلُوْا: اِنَّا سَمِعْنَا قُرْاَنَا عَجَبَا
يَهْدِ يْ إِلَي الرُّ شْدِ فَاٰمَنَّا بِهِ، مَنْ قَالَ بِهِ صَدَ قَ، وَ مَنْ عَمِلَ
بِهِ أُجِرَ، وَمَنْ حَكَمَ بِهِ عَدَ لَ، وَ مَنْ دَعَاإِلَيْهِ هُدِيَ إِلٰي
صِرَا طِمُسْتَقِمٍ،، خُذْ هَا اِلَيْكَ يَاأَعْوَرُ
هٰذَا حَدِ يْثُ غر يبُ لا نعر ف اِلَّا مِنْ حَدِ يْنِ حَمْزَةَ
الزّ يّاتِ، وَاِسْنَا دُهُ مَجْهُوْلُ. وَفِيْ حَدِيْثِ الْحَا رِثِ مَقَالٌ


B. Terjemahan
Artinya :
“Abdu bin Humaid menceritakan lepada kami. Husain bin Ali Al Ju’fi memberitahukan kepada kami, Hamzah Az Zayyat memberitahukan kepada kami dari Abu Muhtar At Thaa’I dari Ibnu Akhil Harist Al A’war dari Harist Al A’war ia berkata: “Saya lewat dimasjid, saya lihat orang-orang berolok-olok didalam percakapan, saya masuk pada(rumah) Ali, maka saya bertanya: “ Hai Amirul Mu’minin. Apakah kamu melihat orang berolok-olok didalam percakapan?”.Ali berkata:”Apakah mereka telah melakukannya?”. Saya menjawab:”Ya”. Ali berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:”Ingat”, sesungguhnya itu akan menyebabkan fitnah”. Saya bertanya:”Bagaimana jalan keluarnya dari padanya hai Rasulullah?”. Rasulullah bersabda:”(Berpegang) kepada kitab Allah yang telah menceritakan orang-orang sebelummu, dan sebagai penghukum apa yang terjadi antara sesamamu. Kitab Allah adalah virman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil dan ia bukanlah sebagai senda gurau, orang yang meninggalkan kitab Allah dari orang yang sombong. Allah akan membinasakannya. Orang yang mencari petunjuk selain dari kitab Allah, maka Allah akan menyesatkannya, kitab Allah adalah buhul(hokum) Allah yang kuat. Ia adalah yang penuh hikmah, ia adalah jalan yang lurus, ia adalah yang tidak condong kepada hawa nafsu, ia tidak berat pada setiap lisan, para Ulama’ tidak akan kenyang padanya. Ia tidak usang dari banyaknya diulang-ulang (bacanya). Ia habis-habis keajaibannya, ia adalah yang tidak henti-hentinya Jin tatkala mendengarnya, mereka barkata:
            (Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang mena’jubkan yang memberi petunjuk pada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya). Barang siapa berkata dengan Al Qur’an, maka benarlah ia. Barang siapa mengamalkan ia diberi pahala. Orang yang memutuskan hukum dengannya maka dia adil dan barang siapa mengajak-ajak kepada Al Qur’an, ia mendapat petunjuk pada jalan yang lurus”. Ambillah (kata-kata yang baik) hai A’war.
            Hadits ini gharib, saya tidak mengetahui hadits ini kecuali dari haditsnya Hamzah Adzdzariyat dan sanadnya majhul di dalam haditsnya Harist ada pembicaraan.[1]

C. Mufrodat
          الفو ص في الا حار يث        : berbicara panjang lebar.
          الفصل                              : pemisah antara yang hak dan yang batil.
          الهزل                               : senda gurau.
          قصي                               : membinasakan.
          الغلق                                : usang.

D. Biografi

Harits al-A'war

Dalam kitab Shahih, Imam Muslim mengutip Quthaibah dan Jarir yang menceritakan Harits dari Mughirah yang menerima kabar dari Sya'bi. Kesimpulannya, Harits al-A'war pendusta. Menurut Abu Ishaq, Harits itu pendusta. Pendapat serupa dinyatakan oleh Jarir. Amar ibn 'Ali berkata: "Yahya dan 'Abdurrahman tidak meriwayatkan hadits dari Harits."
Riwayat dari Yahya ibn Mu'in tentang Harits itu masih kontroversial. Akan tetapi 'Utsman al-Darimi mengatakan tidak dapat diikuti atau diterima. Abu Zara'ah berkata: "Hadits Harits tidak dapat dijadikan hujjah." Menurut Abu Hatim, Harits itu lemah, dha'if, ia tidak termasuk orang yang haditsnya dijadikan hujjah." Kata al-Nasa'i: "Hadits Harits tidak kuat, alias lemah."
Ibn Hajar berkata: "Aku sudah membaca kitab Mizan karya al-Dzahabi. Di situ dikatakan bahwa al-Nasa'i yang sangat kritis terhadap para perawi hadits, menerima dan menjadikan hujjah hadits dari Harits al-A'war. Padahal mayoritas (jumhur) ulama memandangnya dha'if. Namun, walaupun mereka juga meriwayatkan al-A'war itu dusta, tapi mereka meriwayatkan haditsnya. Asy-Sya'bi hanya mendustakan hikayat-hikayat al-A'war, bukan haditsnya."
"Menurut saya," demikian ibn Hajar, "Imam Nasa'i tidak berhujjah dengan hadits al-A'war. Dalam kitab Sunannya, beliau hanya meriwayatkan satu hadits dari al-A'war. Itu pun disertai sanad lain, yaitu ibn Maysarah. Ada pula hadits lain yang diriwayatkan darinya, yaitu hadits tentang al-yawm wa al-laylah, juga disertai sanad lain. Inilah keseluruhan hadits al-A'war yang ada pada Nasa'i." Hafidh menyatakan bahwa ibn Hibban dalam kitab shahihnya memasukkan hadits al-A'war sebagai hadits yang dapat dijadikan hujjah. Namun ibn Hajar mengaku tidak menemukan itu pada kitab Shahih ibn Hibban. Ibn Hibban memang meriwayatkan satu hadits melalui sanad Amr ibli Murrah dari Harits ibn 'Abdillah al-Kufi dari ibn Mas'ud. Jadi lbn Hibban tidak meriwayatkan dari Harits al-A'war, melainkan dari Harits ibn 'Abdillah. Dan Harits yang terakhir ini memang dipandang tsiqat oleh ibn Hibban. Ibn 'Adi berkata bahwa pada umumnya riwayat al-A'war tidak digubris orang. Ibn Hibban menyatakan bahwa A'war adalah orang yang berlebih-lebihan dalam memuji 'Ali atau bertasyayyu'.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama hadits sepakat bahwa al-A'war ialah perawi yang dha'if, tidak tsiqat, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah. Namun penulis Dialog Sunnah-Syi'ah menganggapnya sebagai salah seorang perawi yang adil dan tsiqat.

E. Keterangan Syarah Hadist
     يحوامون في الا حا ديث             : mereka berbicara panjang lebar tentang berita-berita, kisah-kisah yang terdapat unsur kebohongan, mereka meninggalkan bacaan Al Qur’an serta dzikir-dzikir yang berhubungan dengan Al Qur’an.
     ولا يسبع منه العلما ء                 : setiap para ulama’ mengetahui tentang hakekat sesuatu yang terdapat dalam Al Qur’an, mereka akan rindu sekali akan bacaan hakekat yang lainya sehingga tidak akan merasa puas dan bosan.
     ولا تلتبس به الا لسن ة               : lidahnya orang mu’min tidak merasa sulit dalam mengucapkannya walaupun bukan orang arab.
لا تز يع به الا هوي                  : dengan dhomir muanas dan mudzakar artinya tidak akan menjadi ahli bid’ah dan orang yang tersesat.[2]

F. Aspek Tarbawi
          Pendidikan islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islam pada peserta didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrah nya mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.
            Fungsi Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk, sebagai penerang jalan hidup, pembeda antara yang benar dan salah, penyembuh penyakit hati, nasehat dan sumber informasi sebagai sumber informasi Al-Qur’an mengajarkan banyak hal pada manusia dari persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan.
            Mengenai ilmu pengetahuan, Al-Qur’an memberikan wawasan dan motivasi kepada manusia untuk memperhatikan dan meneliti akan sebagai manivestasi kekuasaan Allah, dari hasil pengkajian dan penelitian fenomena alam kemudian melahirkan ilmu pengetahuan.
            Al-Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu, tertentu melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu. Al-Qur’an adalah aksis bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya sangat luas, seperti luasnya umat manusia dan meliputi segala aspek kehidupannya.
Proses aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan diantaranya :
1.               Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah
2.               Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan
3.               Dimensi kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif

















PENUTUP

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat melahirkan berbagai macam aspek limu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman saja tetapi juga teknologi karena semakin intensif manusia menggali ayat-ayat al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang didapatkan. Proses aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan diantaranya :
1.      Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah
2.      Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan
3.      Dimensi kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif






















DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman, Muhammad. Tuhfatul Akhwadzi ( Syarah Tirmidzi ) Juz 7. (Beirut : Darul Fikri ).
Zuhri, Ahmad. 1992. Sunan At-Tirmidzi. Juz IV. Semarang: CV. Asy-Syifa’.






































[1]  Ahmad Zuhri, Sunan At-Tirmidzi, Juz IV(Semarang: CV.Asy-Syifa’, 1992),h. 502-504.


[2] Muhammad Abdurrahman,Tuhfatul Akhwadzi ( Syarah Tirmidzi ) Juz 7 (Beirut : Darul Fikri ), h.218-221.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar