MAKALAH
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi 2
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I
Disusun oleh:
Khotimatul Khusna
2021110068
B
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
sebagai sumber ilmu pengetahuan dapat melahirkan berbagai macam aspek
limu-ilmu, bukan hanya ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman saja tetapi
juga teknologi karena semakin intensif manusia menggali ayat-ayat
al-Qur’an maka akan semakin banyak pula isyarat keilmuan yang
didapatkan.
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan didalamnya.
Di
dalam Al-Qur’an banyak terkandung unsur-unsur pendidikan antara lain :
menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah , fitrah manusia, penggunaan
cerita (kisah) untuk bertujuan pendidikan dan memelihara keperluan semua
masyarakat.
Di dalam makalah ini, kami akan memaparkan salah satu hadits tentang Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan, karena Al-Qur’an merupakan manivestasi kekuasaan Allah.
PEMBAHASAN
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN
A. Materi Hadits
حَدَّتَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍ
اَلْجُعْفِيّ ِأَخْبَرَ نَا حَمْزَةُ الزَّ يَّاتُ عَنْ اَبِي الممُخْتَا رِالطَّا ئِي ّ ِ
عَنِ ابْنِ اَ خِيْ الحَا رِثِ اْلَا عْوَرِ عَنِ الْحَا رِ ثِ اْلَا عْوَرِقَالَ
مَرَرْتْ فِي الْمَسْجِدِ فَإِ ذَاالنَّا سُ يَخُوْضُوْنَ فِي اْلأَ حَادِيْثِ
فَذَخَلْتُ عَلَي عَلِيّ ِ، فَقُلْتُ : يَااَمِيْرَاْلمُؤْمِنِيْنَ أَلَا تَرَي النَّاسَ
قَذْخَا ضُوْا فِي اْلاَ حَادِيْثِ؟ قَالَ:اَوْقَدْ فَعَلُوْ هَا؟قُلْتُ
نَعَمْ،قُلْ : أَمَااِ نّيِ سَمِعْتَ رَ سُوْ لَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَقُوْلُ : ،،اَلَا اِنّهَا سَتَكُوْنَ فِتْنَةُ،فَقُلْتُ : مَاالْمَخْرَ جَ مِنْهَا
يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَلَ : كِتَا بُ اللهِ فِيْهِ نَبَأُ مَا قَبْلَكُمْ،وَخَيْرُ
مَابَعْذَكُمْ وَحُكُمْ مَابَيْنَكُمْ، وَهُوَالْفَصْلُ لَيْسَ بِالْهَزْلِ
مَنْ تَرَ كَهُ مِنْ جَبَا رٍ عَصَمَهُ اللهُ، وَ مَنْ اِبْتَغَي الْهُدَي
فِيْ غَيْرَهِ أَضَلَّهُ اللهُ، وَ هُوَ حَبْلُ ا للهِ الْمَتِينُ، وَهُوَالذّ ِكْرَ
الْحَكِيْمُ، وَ هُوَ الِصّرِ ا طُ اْلمُسْتَقِيْمُ، هُوَ الَّذِ ي لَايَزِ يْغُ بِهِ
الْاَ هْوَا ءِ، وَلَاتَلْتَبِسُ بِهِ اْلاَلْسِنَةُ، وَلَا يًشْبَعُ مِنْهُ اْلعُلَمَاءُ
وَلَا يُخْلَقُ عَنْ ُكثْر ِةِ اِلرَّ دّ ِاَاوَلَا تَنْقُضَي عَجَا ئِبُهُ،ْهُوَ ١لَّذِيْ
لَمْ تَنْتَهِ الْجَنُّ اِذَسَمِعَتْهُ حَتَّي قَلُوْا: اِنَّا سَمِعْنَا قُرْاَنَا عَجَبَا
يَهْدِ يْ إِلَي الرُّ شْدِ فَاٰمَنَّا بِهِ، مَنْ قَالَ بِهِ صَدَ قَ، وَ مَنْ عَمِلَ
بِهِ أُجِرَ، وَمَنْ حَكَمَ بِهِ عَدَ لَ، وَ مَنْ دَعَاإِلَيْهِ هُدِيَ إِلٰي
صِرَا طِمُسْتَقِمٍ،، خُذْ هَا اِلَيْكَ يَاأَعْوَرُ
هٰذَا حَدِ يْثُ غر يبُ لا نعر ف اِلَّا مِنْ حَدِ يْنِ حَمْزَةَ
الزّ يّاتِ، وَاِسْنَا دُهُ مَجْهُوْلُ. وَفِيْ حَدِيْثِ الْحَا رِثِ مَقَالٌ
B. Terjemahan
Artinya :
“Abdu
bin Humaid menceritakan lepada kami. Husain bin Ali Al Ju’fi
memberitahukan kepada kami, Hamzah Az Zayyat memberitahukan kepada kami
dari Abu Muhtar At Thaa’I dari Ibnu Akhil Harist Al A’war dari Harist Al
A’war ia berkata: “Saya lewat dimasjid, saya lihat orang-orang
berolok-olok didalam percakapan, saya masuk pada(rumah) Ali, maka saya
bertanya: “ Hai Amirul Mu’minin. Apakah kamu melihat orang berolok-olok
didalam percakapan?”.Ali berkata:”Apakah mereka telah melakukannya?”.
Saya menjawab:”Ya”. Ali berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda:”Ingat”, sesungguhnya itu akan menyebabkan fitnah”. Saya
bertanya:”Bagaimana jalan keluarnya dari padanya hai Rasulullah?”.
Rasulullah bersabda:”(Berpegang) kepada kitab Allah yang telah
menceritakan orang-orang sebelummu, dan sebagai penghukum apa yang
terjadi antara sesamamu. Kitab Allah adalah virman yang memisahkan
antara yang hak dan yang batil dan ia bukanlah sebagai senda gurau,
orang yang meninggalkan kitab Allah dari orang yang sombong. Allah akan
membinasakannya. Orang yang mencari petunjuk selain dari kitab Allah,
maka Allah akan menyesatkannya, kitab Allah adalah buhul(hokum) Allah
yang kuat. Ia adalah yang penuh hikmah, ia adalah jalan yang lurus, ia
adalah yang tidak condong kepada hawa nafsu, ia tidak berat pada setiap
lisan, para Ulama’ tidak akan kenyang padanya. Ia tidak usang dari
banyaknya diulang-ulang (bacanya). Ia habis-habis keajaibannya, ia adalah yang tidak henti-hentinya Jin tatkala mendengarnya, mereka barkata:
(Sesungguhnya
kami telah mendengarkan Al Qur’an yang mena’jubkan yang memberi
petunjuk pada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya). Barang
siapa berkata dengan Al Qur’an, maka benarlah ia. Barang siapa
mengamalkan ia diberi pahala. Orang yang memutuskan hukum
dengannya maka dia adil dan barang siapa mengajak-ajak kepada Al
Qur’an, ia mendapat petunjuk pada jalan yang lurus”. Ambillah (kata-kata
yang baik) hai A’war.
Hadits
ini gharib, saya tidak mengetahui hadits ini kecuali dari haditsnya
Hamzah Adzdzariyat dan sanadnya majhul di dalam haditsnya Harist ada
pembicaraan.[1]
C. Mufrodat
الفو ص في الا حار يث : berbicara panjang lebar.
الفصل : pemisah antara yang hak dan yang batil.
الهزل : senda gurau.
قصي : membinasakan.
الغلق : usang.
D. Biografi
Harits al-A'war
Dalam
kitab Shahih, Imam Muslim mengutip Quthaibah dan Jarir yang
menceritakan Harits dari Mughirah yang menerima kabar dari Sya'bi.
Kesimpulannya, Harits al-A'war pendusta. Menurut Abu Ishaq, Harits itu
pendusta. Pendapat serupa dinyatakan oleh Jarir. Amar ibn 'Ali berkata:
"Yahya dan 'Abdurrahman tidak meriwayatkan hadits dari Harits."
Riwayat dari Yahya ibn Mu'in tentang Harits itu masih kontroversial. Akan
tetapi 'Utsman al-Darimi mengatakan tidak dapat diikuti atau diterima.
Abu Zara'ah berkata: "Hadits Harits tidak dapat dijadikan hujjah."
Menurut Abu Hatim, Harits itu lemah, dha'if, ia tidak termasuk orang
yang haditsnya dijadikan hujjah." Kata al-Nasa'i: "Hadits Harits tidak
kuat, alias lemah."
Ibn
Hajar berkata: "Aku sudah membaca kitab Mizan karya al-Dzahabi. Di situ
dikatakan bahwa al-Nasa'i yang sangat kritis terhadap para perawi
hadits, menerima dan menjadikan hujjah hadits dari Harits al-A'war.
Padahal mayoritas (jumhur) ulama memandangnya dha'if. Namun, walaupun
mereka juga meriwayatkan al-A'war itu dusta, tapi mereka meriwayatkan
haditsnya. Asy-Sya'bi hanya mendustakan hikayat-hikayat al-A'war, bukan haditsnya."
"Menurut
saya," demikian ibn Hajar, "Imam Nasa'i tidak berhujjah dengan hadits
al-A'war. Dalam kitab Sunannya, beliau hanya meriwayatkan satu hadits
dari al-A'war. Itu pun disertai sanad lain, yaitu ibn Maysarah. Ada
pula hadits lain yang diriwayatkan darinya, yaitu hadits tentang
al-yawm wa al-laylah, juga disertai sanad lain. Inilah keseluruhan
hadits al-A'war yang ada pada Nasa'i." Hafidh menyatakan bahwa ibn
Hibban dalam kitab shahihnya memasukkan hadits al-A'war sebagai hadits
yang dapat dijadikan hujjah. Namun ibn Hajar mengaku tidak menemukan itu
pada kitab Shahih ibn Hibban. Ibn Hibban memang meriwayatkan satu
hadits melalui sanad Amr ibli Murrah dari Harits ibn 'Abdillah al-Kufi
dari ibn Mas'ud. Jadi lbn Hibban tidak meriwayatkan dari Harits
al-A'war, melainkan dari Harits ibn 'Abdillah. Dan Harits yang terakhir
ini memang dipandang tsiqat oleh ibn Hibban. Ibn 'Adi berkata bahwa pada
umumnya riwayat al-A'war tidak digubris orang. Ibn Hibban menyatakan
bahwa A'war adalah orang yang berlebih-lebihan dalam memuji 'Ali atau
bertasyayyu'.
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama hadits sepakat bahwa
al-A'war ialah perawi yang dha'if, tidak tsiqat, dan haditsnya tidak
dapat dijadikan hujjah. Namun penulis Dialog Sunnah-Syi'ah menganggapnya
sebagai salah seorang perawi yang adil dan tsiqat.
E. Keterangan Syarah Hadist
يحوامون في الا حا ديث : mereka
berbicara panjang lebar tentang berita-berita, kisah-kisah yang
terdapat unsur kebohongan, mereka meninggalkan bacaan Al Qur’an serta
dzikir-dzikir yang berhubungan dengan Al Qur’an.
ولا يسبع منه العلما ء : setiap
para ulama’ mengetahui tentang hakekat sesuatu yang terdapat dalam Al
Qur’an, mereka akan rindu sekali akan bacaan hakekat yang lainya
sehingga tidak akan merasa puas dan bosan.
ولا تلتبس به الا لسن ة : lidahnya orang mu’min tidak merasa sulit dalam mengucapkannya walaupun bukan orang arab.
لا تز يع به الا هوي : dengan dhomir muanas dan mudzakar artinya tidak akan menjadi ahli bid’ah dan orang yang tersesat.[2]
F. Aspek Tarbawi
Pendidikan
islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai islam pada peserta didik melalui pertumbuhan dan
pengembangan potensi fitrah nya mencapai keseimbangan dan kesempurnaan
hidup dalam segala aspek.
Fungsi
Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk, sebagai penerang jalan hidup,
pembeda antara yang benar dan salah, penyembuh penyakit hati, nasehat
dan sumber informasi sebagai sumber informasi Al-Qur’an mengajarkan
banyak hal pada manusia dari persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip
ibadah dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan.
Mengenai
ilmu pengetahuan, Al-Qur’an memberikan wawasan dan motivasi kepada
manusia untuk memperhatikan dan meneliti akan sebagai manivestasi
kekuasaan Allah, dari hasil pengkajian dan penelitian fenomena alam
kemudian melahirkan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an
tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode
waktu, tertentu melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang
waktu. Al-Qur’an adalah aksis bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya
sangat luas, seperti luasnya umat manusia dan meliputi segala aspek
kehidupannya.
Proses
aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga
dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan
diantaranya :
1. Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah
2. Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan
3. Dimensi
kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil,
disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif
PENUTUP
Al-Qur’an
merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup kaum muslim yang
tidak ada lagi keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu
pengetahuan dapat melahirkan berbagai macam aspek limu-ilmu, bukan hanya
ilmu pengetahuan dan ilmu keislaman saja tetapi juga teknologi karena
semakin intensif manusia menggali ayat-ayat al-Qur’an maka akan semakin
banyak pula isyarat keilmuan yang didapatkan. Proses aktualisasi
nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi kehidupan
yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan diantaranya :
1. Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah
2. Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan
3. Dimensi
kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil,
disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhammad. Tuhfatul Akhwadzi ( Syarah Tirmidzi ) Juz 7. (Beirut : Darul Fikri ).
Zuhri, Ahmad. 1992. Sunan At-Tirmidzi. Juz IV. Semarang: CV. Asy-Syifa’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar