MEMANFAATKAN MEDIA PUBLIK UNTUK MENYEBARKAN ILMU KE KALANGAN INTERNAL
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I
Disusun oleh :
Wiwid Prihartanti
2021110062
Kelas : B
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan suatu proyek yang bertujuan mengarahkan dan memelihara
perkembangan generasi manusia, untuk merealisasikan tujuan akhir umat,
yaitu tujuan yang diserukan oleh Allah SWT. Tujuan pendidikan Islam
seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia, yaitu untuk mengabdi
kepada-Nya. Pengabdian kepada Allah sebagai realisasi dari keimanan yang
diwujudkan dalam amaliah untuk mencapai derajat orang yang bertakwa di
sisinya. Agar tujuan pendidikan bisa tercapai, maka perlu diperhatikan
segala sesuatu yang mendukung keberhasilan program pendidikan itu.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang sangat
signifikan terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dalam
ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Oleh karena itu agar
pendidikan tidak tertinggal dari perkembangan iptek tersebut perlu
adanya penyesuaian-penyesuaian, terutama yang berkaitan dengan
faktor-faktor pengajaran di sekolah. Salah satu faktor tersebut adalah
media pembelajaran.
Dalam
makalah ini akan dijelaskan salah satu hadits tentang memanfaatkan
media publik untuk menyebarkan ilmu ke kalangan internal.
A. MATERI HADITS
عَنْ
أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ
قَا لَ : ( إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَا رَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْ ضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَا ثَةٌ مُتَوَا لِيَا تٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَ
ذُوالْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِ ي بَيْنَ
جُمَادَى وَ شَعْبَا نَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ
بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ
فَأَيُّ بَلَدِهَذَا قُلْنَا اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ
حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ
الْبَلْدَةَ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ
بِغَيْرِاسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى يَا
رَسُولَ اللهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَا ءَكُمْ وَأَمْوَا لَكُمْ قَالَ
مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَا ضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ
كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ
هَذَاوَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ فَلاَ
تَرْجِعُنَّ بَعْدِي كُفَّارًاأَوْ ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّا هِدُالْغَا ئِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ
يُبَلِّغُهُ يَكُوْنُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ ثُمَّ قَالَ
أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ
)
(رواه مسلم في الصحيح, كتاب القسامة والمحاربين و القصاص والديات, باب تغليظ تحريم الدماء والأعراض والأموال)
B. TARJAMAH HADITS
Dari
Abi Bakrah dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Sesungguhnya zaman telah
berputar seperti keadaan pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi.
Dalam satu tahun ada dua belas bulan, empat diantaranya adalah
bulan-bulan haram, yang tiga berurutan, yaitu Dzulqa’idah, Dzulhijjah,
dan muharram dan Rajab adalah bulan mudhar yang terletak antara Jumadil
dan Sya’ban. Kemudian Nabi bertanya :”bulan apakah sekarang?” Kami
menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang paling mengetahui. Nabi berdiam
diri sehingga kami menyangka beliau akan menyebutnya dengan nama lain.
Beliau berkata : “Bukankah sekarang bulan Dzulhijjah?” Kami menjawab :
“Benar”. Beliau bertanya:”Negeri apakah ini?” Kami menjawab:”Allah dan
Rasul-Nya yang paling mengetahui”. Nabi berdiam diri, sehingga kami
menyangka beliau akan menyebutnya dengan nama lain. Beliau berkata
:”bukankah ini negeri Mekkah?” Kami menjawab :”benar”. Beliau bertanya
:”Hari apakah ini?” kami menjawab :”Allah dan Rasul-Nya yang paling
mengetahui. Nabi berdiam diri, sehingga kami menyangka beliau akan
menyebutnya dengan nama lain. Beliau berkata : bukankah ini hari nahar?.
Kami menjawab :benar. Lalu beliau berkata : Sesungguhnya darahmu, harta
bendamu (berkata Muhammad: Aku mengira beliau bersabda : dan
kehormatanmu) adalah haram atas dirimu, seperti haramnya hari ini, di
negerimu ini dan di bulanmu ini. Kamu kelak akan menjumpai Tuhanmu.
Allah akan menanyakan perihal amalan-amalanmu. Ketahuilah, karena itu
janganlah kamu kembali menjadi orang-orang yang sesat sesudahku, dimana
salah seorang dari kalian membunuh sebagian yang lain. Ketahuilah,
hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Karena
mungkin saja orang yang disampaikannya itu lebih memahami daripada orang
yang mendengar langsung. Kemudian beliau bersabda : ketahuilah,
bukankah aku telah menyampaikan ?[1]
C. MUFRODAT
TERJEMAH
|
TEKS ARAB
|
Zaman
|
الزَّمَانَ
|
Langit
|
السَّمَاوَاتِ
|
Bumi
|
وَالأَرْ ضَ
|
Bulan-bulan
|
شَهْرًا
|
Berurutan
|
مُتَوَا لِيَا تٌ
|
Kami menjawab
|
قُلْنَا
|
Lebih tahu
|
أَعْلَمُ
|
Benar
|
بَلَى
|
Negeri
|
بَلَدِ
|
Sejenak beliau diam saja
|
فَسَكَتَ
|
Kami mengira
|
ظَنَنَّا
|
Akan menyebutnya
|
سَيُسَمِّيهِ
|
Darahmu
|
دِمَا ءَكُمْ
|
Harta Bendamu
|
أَمْوَا لَكُمْ
|
Kehormatanmu
|
أَحْسِبُهُ
|
Haram
|
حَرَامٌ
|
D. BIOGRAFI PERAWI
Nama
lengkap Abu Bakrah ialah Nafi’ bin al-Harith bin Kaldah Bin ‘Amr bin
Ilaj bin Abi Salamah. Namanya Abdul al-Uzza bin Ghayrah bin Awf bin
Qays. Nama panggilan lainnya adalah Masruh. Menurut Ibnu Sa’d, dalam
beberapa catatan hadits, Ibunya adalah Sumayyah saudara seibu dengan
Ziyad bin Abi Sufyan.
Bapaknya
adalah Abdul al-Harith bin Lakadah. Abu Bakrah pernah mengalami masa
kanak-kanaknya sewaktu di Taif. Ketika Rasulullah SAW mengepung penduduk
kota tersebut, baginda bersabda : “Siapa saja yang datang kepada kami,
maka dia bebas (merdeka) dari perbudakan”.
Baginda
Rasulullah SAW memanggilnya dengan nama Abu Bakrah. Menurut Ibnu Abd
al-Bar, al-Hasan al-Basri salah seorang ulama tabi’in terkemuka,
mengatakan, “tidak ada seorang sahabatpun dari kalangan sahabat
Rasulullah SAW yang tinggal di Basrah lebih mulia dibandingkan dengan
Imran bin al-Husayn dan Abu Bakrah r.a. Beliau mempunyai banyak pengikut
dan merupakan orang terhormat di Basrah”.
Ibnu
Hajar sebagaimana mengutip dari perkataan al-‘Ijli mengenai Abu
Bakrah,”Abu Bakrah r.a. merupakan sebaik-baik sahabat”. Abu Nu’aym
al-Asbahani mengatakan: “Abu Bakrah merupakan seorang lelaki yang
sholeh. Nabi SAW telah mempersaudarakan antara beliau dan Abi Barzah”.
Para
ulama berbeda pendapat tentang tahun wafatnya Abu Bakrah r.a.
Al-Mada’ini mengatakan Abu Bakrah wafat pada tahun 50 H. Sa’d juga
berpendapat demikian, ia mengatakan Abu Bakrah wafat di Basrah sewaktu
pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Ada
sebagian ulama berpendapat lain, bahwa Abu Bakrah wafat pada tahun 51 H
sementara Ibnu Khayyat dalam kitab al-Tabaqat berpendapat Abu Bakrah
wafat pada tahun 52 H.[2]
E. KETERANGAN HADITS
عَنْ
أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ
قَا لَ : ( إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَا رَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
الله السَّمَاوَاتِ وَالأَرْ ضَ ُ
(Dari Abi Bakrah dari Nabi SAW, beliau bersabda :”Sesungguhnya zaman
telah berputar seperti keadaan pada waktu Allah menciptakan langit dan
bumi)
Yaitu Nabi
bersabda pada hari nahar, yaitu ketika Nabi berhaji wada’, bahwa
tahun-tahun itu berputar di sekitar sesuatu, apabila dia telah kembali
ke tempat dia mula-mula bergerak, dia memulai lagi putarannya. Dan
sekarang dia telah berada dalam keadaannya pada hari Allah menjadikan
langit dan bumi.
Orang
Arab menta’khirkan bulan Muharram ke bulan Safar dan inilah nasikh
(penangguhan) yang disebut dalam Al-Qur’an, supaya mereka dapat
berperang dalam bulan Muharram itu. Mereka terus berbuat demikian dari
tahun ke tahun. Karenanya bulan Muharram berpindah dari bulan ke
bulan,hingga Muharram itu mengenai semua bulan dalam setahun. Maka pada
tahun Nabi bersabda ini,adalah Muharram itu telah jatuh kembali pada
masanya yang benar, dan berputarlah dia menurut keadaan aslinya.
السَّنَةُ
اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَا ثَةٌ مُتَوَا
لِيَا تٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَ ذُوالْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ
مُضَرَ الَّذِ ي بَيْنَ جُمَادَى وَ شَعْبَا نَ
(Dalam satu tahun ada dua belas bulan, empat diantaranya adalah
bulan-bulan haram, yang tiga berurutan, yaitu Dzulqa’idah, Dzulhijjah,
dan muharram dan Rajab adalah bulan mudhar yang terletak antara Jumadil
dan Sya’ban)
Yaitu Setahun
itu ada dua belas bulan, dan sekarang ini telah kembali pada keadaan
semula yang Allah tetapkan di kala menciptakan langit dan bumi. Empat
bulan di antara bulan-bulan itu, adalah bulan haram. Tiga diantaranya
berurutan, yaitu Dzulqa’dah, bulan berhenti dari berperang,Dzulhijjah,
bulan mengerjakan haji dan bulan Muharram, bulan tidak dibenarkan perang
di dalamnya. Dan yang satu lagi berdiri sendiri yaitu Rajab Mudhar.
Dikatakan Rajab Mudhar karena merekalah yang sangat menghormati bulan
ini. Tak ada seseorang Arab yang berani merusakkan kehormatannya.Dia
terletak antara Jumada dan Sya’ban.
أَيُّ شَهْرٍ هَذَا (bulan apakah sekarang?)
Yaitu Nabi
menanyakan yang demikian adalah untuk menarik perhatian para pendengar
kepada apa yang akan Nabi terangkan mengenai kehormatan bulan-bulan itu.
قُلْنَا اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ (Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang paling mengetahui)
Yaitu para
sahabat menjawab demikian adalah untuk memelihara sopan santun. Mereka
selalu menjawab apabila menanyakan sesuatu hukum kepada mereka! ‘Allah
dan RasulNya lebih mengetahui’
وَأَعْرَا ضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا (dan kehormatanmu) adalah haram atas dirimu, seperti haramnya hari ini, di negerimu ini dan di bulanmu ini)
Yaitu Orang
Arab beri’tikad, bahwa di hari-hari dan di bulan-bulan haram tak boleh
dikerjakan sesuatu yang diharamkan. Mereka menyamakan hukum merusakkan
kehormatan hari dan bulan haram di Makkah, dengan hukum merusakkan jiwa
dan kehormatan manusia. Maka dengan sabda ini Nabi menegaskan, bahwa
mereka diharamkan menumpahkan darah dan merusakkan harta orang. Dan hal
itu disamakan dengan merusakkan kehormatan hari nahar di negeri Makkah
di bulan Dzulhijjah pula.
وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ (Kamu kelak akan menjumpai Tuhanmu. Allah akan menanyakan perihal amalan-amalanmu)
Yaitu Nabi
menegaskan bahwa semua umatnya akan menjumpai Allah di akhirat, di sana
kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban tentang amalan-amalan yang
mereka lakukan di dunia ini.
أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّا هِدُالْغَا ئِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُوْنُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ
(Ketahuilah, hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir. Karena mungkin saja orang yang disampaikannya itu lebih memahami
daripada orang yang mendengar langsung)
Yaitu Nabi
mewajibkan atas para hadirin yang mendengar sabda-sabdanya, supaya
mereka menyampaikan segala apa yang mereka dengar kepada teman
sejawatnya dan Nabi menandaskan pula, karena mungkin sekali orang yang
tidak mendengar berita secara langsung lebih dapat memahami apa yang
disampaikan kepadanya itu.[3]
F. ASPEK TARBAWI
Media
Publik merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audien sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang baik.[4]
Media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. [5]
Salah
satu contoh media publik yang dijadikan sebagai media untuk menyebarkan
ilmu adalah dengan berbicara atau berceramah dalam suatu majlis.
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Ketika menyampaikan
ceramah – ceramahnya kepada para sahabat. Karena pada zaman Rasulullah
belum ada media publik yang berkembang seperti sekarang ini. Rasul
menekankan kepada para sahabat untuk selalu memberitahukan apa yang
mereka dengar dari Rasul kepada sahabat – sahabat lain yang tidak dapat
mendengarnya langsung ajaran – ajaran yang disampaikan Rasul saw.
Dalam
perkembangan sekarang ini, media publik sangat membantu para pendidik
dalam menyampaikan pesan pembelajaran serta lebih mudah ditangkap dan
diterima peserta didik. Media publik juga merupakan sarana yang efisien
dan bermanfaat dalam kegiatan belajat mengajar. Metode pengajaran
seperti metode ceramah yang dilakukan disetiap mushola atau masjid dapat
dijadikan sebagai media pembelajaran yang sangat efisien. Tapi sebagian
besar masyarakat lebih tertarik untuk mendengarkan ceramah – ceramah
yang sifatnya lucu, jadi yang diambil hanya leluconnya bukan intisari
dari pembicaraan yang disampaikan.
Dalam
pendidikan untuk menuju keberhasilan suatu proses pembelajaran, maka
harus ada semangat dalam memanfaatkan media publik. Dan dalam
penyampainnya harus kreatif dan up to date sehingga selalu ada perubahan
yang lebih baik dan tidak menimbulkan kebosanan.
Hal
tersebut juga harus tetap mendapat bimbingan dan arahan dari media
publik yang benar sehingga bermanfaat untuk semua masyarakat dan semua
kalangan umum.
KESIMPULAN
Dari
keterangan diatas dapat diketahui bahwa, media publik sangat
berpengaruh di dalam pendidikan, karene media publik sudah memasyarakat
dalam proses sosialisasi. Kebanyakan orang mengandalkan informasi dari
media publik daripada orang lain. Media pengajaran mempunyai peranan
yang penting dalam tersampainya informasi dengan baik dilihat dari segi
kualitasnya. Sedangkan media publikasi berfungsi sebagai fasilitas
penunjang agar suatu informasi dapat diterima dengan baik dari segi
kualitasnya. Karena itu, suatu keberhasilan pendidikan juga tidak lepas
dari peranan media pengajaran serta media publikasi yang baik agar
menjamin tercapainya suatu informasi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqym, T.M.Hasbi.1979.Mutiara Hadits Jilid 6.Jakarta : Bulan Bintang.
http://anawinta.wordpress.com/2010/07/05/abu-bakrah-rawi-hadis/Minggu, 26 Februari 2012,07.00
Djamaroh, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.2006.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Asnawir dan Basyiruddin Usman.2002.Media Pembelajaran.Jakarta: Ciputat Pres.
[1] T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits Jilid 6 (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.52.
[2] http://anawinta.wordpress.com/2010/07/05/abu-bakrah-rawi-hadis/Minggu, 26 Februari 2012,07.00.
[3] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., h.53-56.
[4] Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h.11.
[5] Syaiful Bahri Djamaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2006), h.121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar