Powered By Blogger

Selasa, 06 Maret 2012

MAKALAH
 MEMANFAATKAN PANCA INDERA UNTUK MENCARI ILMU

Makalah di susun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah  : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : M. Hufron
STAIN_1








Di Susun oleh :
IDA ARISETIYA
2021110063



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN)
PEKALONGAN
2012
PENDAHULUAN
Setiap orang yang mempelajari ilmu hadits ini harus mengetahui bahwasanya semua landasan dan aturan mendasar dari ilmu riwayat dan penukilan kabar itu sudah termaktub dalam Al-Qur`an dan sunnah. Di dalam Al-Qur`an Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting untuk perkembangan manusia, dengan ilmu manusia dapat mengerti apa yang belum ia mengerti. Dalam menuntut ilmu hendaknya secara optimal, dalam artian memanfaatkan sesuatu yang telah dimiliki untuk mencari ilmu, seperti yang diajarkan dalam hadits nabi yaitu memanfaatkan panca indera untuk mencari ilmu. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai hadits tentang pemanfaatan panca indera dalam mencari ilmu.



PEMBAHASAN

A.    MATERI HADITS

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسّلَّمَ يَقُوْلُ : نَضَّرَ اللهُ إِمْرَاَءً سَمِعَ مِنَّا شَيْأً فَبَلَغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغُ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ, قَالَ أَبُوْعِيْسَى هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَقَدْ رَوَاهُ عَبْدِ اْلمَالِكُ بِنْ عُمَيْرِ عَبْدِ الرَّحْمنِ بِنْ عَبْدِ اللهِ

B.     TARJAMAH

Dari Abdullah bin Mas’ud Ra  berkata:” Saya telah mendengar Nabi SAW bersabda:” Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengarkan sesuatu dari kami kemudian dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan. Boleh jadi yang disampaikan lebih memahami dari yang mendengar (langsung).

Abu Isa berkata : ini hadits hasan yang shahih dan juga abdul malik bin ummair menceritakannya dari Abdurahman bin abdillah.

C.    MUFRODAT

Berseri/melezatkan/menikmatkan

نَضَّرَ

Seseorang

إِمْرَاَءً

Mendengar

سَمِعَ

Sesuatu

شَيْأً

Menyampaikan

فَبَلَغَهُ

Lebih paham/paham

أَوْعَى

Dari kita

مِنْ

Orang yang mendengar

سَامِعٍ

 

D.    BIOGRAFI PERAWI HADITS

Abdullah ibn Mas’ud adalah Abdullah ibn Mas’ud ibn Ghafil ibn Habib al-Hudzaly, seorang sahabat Nabi SAW yang pernah bersumpah setia kepada Bani Zuhra. Ibnu Mas’ud wafat di Madinah pada tahun 32 H, dan dikebumikan di Al-Baqi’. Jenazah beliau dishalatkan oleh Utsman.

Ibu beliau bernama Ummu Abdillah binti Abu Daud ibn sau-ah yang juga memeluk agama islam di permulaan islam, turut berhijrah dua hijrah, turut dalam perang Badar dan peperangan selanjutnya dan beliau selalu menyertai Nabi SAW dan menjadi penjaga sepatu Nabi SAW.

Beliau meriwayatkan sejumlah 848 hadits. Al-Bukhary dan Muslim menyepakati sejumlah 64 hadits, 21 diantaranya diriwayatkan oleh Al-Bukhary sendiri dan 35 diantaraanya oleh Muslim.

Beliau menerima hadits dari Nabi SAW dari Umar dan dari Sa’ad ibn mu’adz. Hadits-hadits beliau diriwayatkan oleh dua orang putranya yaitu Abd Ar-rahman dan Abu Ubaidah, putra saudaranya, Abdullah ibn utbah dan istrinya zainab ats-tsaqatsiyah. Diantara para sahabat yang menerima hadits dari beliau ialah abdillah, abu musa, abu rafi’, abu syuraih, abu said, jabir, anas, abu ju’hafah, abu umamah, abuth thufail. Diantara para tabi’in ialah al qomah masruq syuraih al-qadhi, abu wa’il abd ar-rahman ibn abi laila, abu utsman an-abdy dan lain-lain.

 

 

 

E.     HADITS PENDUKUNG

عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ رضي الله عنه   عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم  قَالَ : ]… أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ أَنْ

يَكُونَ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ [ رواه البخاري  ومسلم

Dari Abu Bakrah r.a  dari Nabi SAW bersabda:”… Perhatikanlah, hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, sebab boleh jadi sebagian orang yang disampaikan lebih paham dari orang yang (langsung) mendengar.

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengar hadits dariku lalu menghafalnya dan menyampaikannya kepada orang lain. Karena terkadang orang yang membawa fiqhi (hadits), dia menceritakannya kepada orang yang lebih faqih darinya, dan terkadang orang yang membawa fiqhi itu sendiri itu bukanlah orang yang faqih.” (HR. Abu Daud no. 3175, At-Tirmizi no. 2580, dan Ibnu Majah no. 226 dari Zaid bin Tsabit)

F.     ASPEK TARBAWI

Indera adalah termasuk sarana terpenting yang dapat mrmbantu manusia membangun peradaban di bumi dan melaksanakan tugas kekholifahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Perintah Nabi SAW untuk mendengarkan haditsnya, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya dan beliau menjanjikan bagi yang menyampaikannya berupa pahala yang sangat besar.

Dalam ayat dan hadits di atas terdapat landasan awal dari kewajiban meneliti dan memeriksa sebuah kabar sebelum kabar tersebut diterima. Juga menjadi landasan dalam hal bagaimana cara memeriksanya, memperhatikannya, menghafalnya, dan berhati-hati dalam menyampaikan kabar tersebut kepada orang lain.
Dan sebagai perwujudan dari perintah Allah dan Rasul-Nya ini, para sahabat radhiallahu anhum senantiasa melakukan tatsabbut (mengecek kebenaran) dalam menukil dan menerima sebuah kabar, terlebih lagi jika mereka meragukan kejujuran orang yang membawa kabar tersebut. Maka dari sisi inilah muncul pembahasan mengenai sanad sebuah kabar dan bagaimana pentingnya kedudukan sanad dalam menerima atau menolak suatu kabar.
Begitu juga kita sebagai manusia biasa, hendaknya selalu berhati-hati dalam menerima kabar, maksudnya adalah kita harus mencari tahu kebenaran dari kabar tersebut sebelum disampaikan kepada orang lain. Dan juga saat menyampaikan sebuah kabar kepada orang lain kita harus menggunakan perkataan yang baik agar tidak terjadi salah paham ataupun salah menerima kabar, hal tersebut patut diperhatikan karena dapat berakibat fatal apabila terjadi salah paham atau salah tangkap dalam menerima kabar atau informasi tertentu.

 

 

 

 

 

PENUTUP

Bahwa dalam hadits ini mengajarkan kita untuk konsisten dalam menyampaikan suatu kabar atau informasi, artinya kita harus menyampaikan sesuai apa yang kita dengar, tanpa mengurangi atau menambah-nambahi.

Dalam menyampaikannya pun kita harus hati-hati, kesalahan dalam menyampaikan dapat berakibat fatal. Untuk itu hendaknya kita mengikuti perintah Allah dan Rosul kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

·         Dr. Yusuf Al-Qardawy. 1997. As-sunnah sebagai sumber iptek dan peradaban. Kairo : Daar asy-syuruq.

·         Teungku Muhammad Hasbi ash-shidieqy.2009. Sejarah dan pengantar ilmu hadits. Semarang : pustaka rizki putra.

·         http://almawaddah.or.id/?p=40#more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar